Usai Pandemi Jamaah Umroh Naik Drastis
Dikutip, IHRAM.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) menyatakan terjadi peningkatan yang cukup signifikan jamaah umroh pascapandemi Covid-19 pada tahun ini. Antusiasme masyarakat yang ingin berumroh meningkat setelah dua tahun tertunda. “Antusiasme masyarakat yang umroh luar biasa, dalam tiga pekan dibuka 25 Agustus 2022, sudah dikeluarkan visa umroh 128 ribu orang. Padahal, tahun 2019 sebelum Covid-19 hanya 70 ribu orang,” kata Ketua Umum DPP Amphuri Firman M Nur pada pembukaan Mukernas Amphuri 1443/2022 di Bandar Lampung, Selasa (6/9/2022). Dia mengatakan, peningkatan jumlah jamaah umroh ini menjadikan usaha penyelenggara umroh semakin bergairah kembali.
Menurut dia, hal ini menjadi peluang bagi biro travel penyelenggara umroh meningkatkan pelayanan yang terbaik bagi jamaah. Firman mengatakan, kekompakan antarpenyelenggara umroh dan haji yang tergabung dalam Amphuri dapat lebih ditingkatkan lagi, agar permasalahan yang dihadapi dapat dicarikan solusi terbaik, demi pelayanan kepada jamaah. Meningkatkan jamaah umroh pada tahun ini seiring dengan Pemerintah Arab Saudi yang telah membuka seluas-luasnya kepada jamaah untuk dapat menyentuh ka'bah dan juga dapat mencium hajar aswad. “Ini juga menjadi keinginan jamaah untuk berangkat umroh,” ujarnya. Ke depan, selaku penyelenggara umroh dan haji, ia berharap antusiasme masyarakat berumrah ini dapat didukung pemerintah daerah dan pusat, agar biro perjalanan umroh dan haji dapat berkembang lebih maju lagi, setelah dua tahun terakhir murni tidak ada kegiatan usaha. Ketua DPD Amphuri Sumatra Selatan Juremi Selamet membenarkan adanya peningkatan jumlah jamaah umroh pada tahun ini setelah dibuka pada Agustus 2022. “Covid-19 tertunda umroh dua tahun, antusiasme masyarakat cukup tinggi walaupun biaya umrah sangat tinggi sekali,” ujar Juremi seusai pembukaan mukernas.
Menurut dia, saat ini penyelenggaraan umroh sangat banyak masalah dengan kenaikan biaya baik penerbangan, akomodasi, dan lainnya. Namun, hal tersebut tidak menjadi masalah bagi jamaah Indonesia untuk berniat dan melaksanakan umroh ke Tanah Suci. Kenaikan jumlah jamaah umroh tersebut, menurut dia, juga travel mengalami kesulitan dalam mencari kursi pesawat karena penuh. Pembukaan Mukernas Amphuri dilakukan Asisten I Pemerintah dan Kesra Pemprov Lampung Qudratul Ikhwan. Dalam sambutannya, Qudratul mengatakan, pemerintah daerah tetap bekerja sama dengan Amphuri dalam melaksanakan umroh dan haji.
“Sampai saat ini yang ingin ibadah umroh sangat meningkat. Untuk itu, pemerintah tetap mendukung dan melayani pelaksanaan umroh bagi penyelenggara,” kata dia.
Sementara itu, pengertian haji dan umroh sejatinya berbeda, namun saling berkaitan satu sama lain. Keduanya memiliki banyak persamaan meliputi syarat wajib, syarat sah, amalan-amalan sunnah, hal-hal yang membatalkan, dan berbagai perkara yang diharamkan saat melakukan kedua ibadah tersebut. Bahkan pelaksanaan haji sendiri terbagi menjadi beberapa macam, berdasarkan waktu pelaksanaannya. Hal ini karena setiap jamaah terbagi menjadi beberapa kelompok jadwal.
Waktu pelaksanaan inilah yang jadi pembeda haji dengan umroh. Mengenai pelaksanaannya, umroh bisa dikerjakan terlebih dahulu baru haji, lalu ada yang mengerjakan haji terlebih dahulu baru umroh. Bahkan ada yang meniatkan haji bersamaan dengan umroh sekaligus. Tak ada ketentuan yang mewajibkan bila pelaksanaan ibadah haji harus disandingkan dengan ibadah umroh.
Secara bahasa, pengertian haji adalah menyengaja atau bermaksud melakukan sesuatu. Kemudian mengutip dari NU Online, secara istilah, haji adalah menyengaja berkunjung ke Baitullah/ke ka'bah atau ke tanah suci Mekkah untuk melakukan ibadah pada waktu dan cara tertentu serta dilakukan dengan tertib. Haji merupakan rukun Islam kelima, serta ibadah yang diserap dari syariat para nabi terdahulu.
Syekh Zainuddin al-Malibari berkata:
قال ابن إسحاق لم يبعث الله نبيا بعد إبراهيم عليه الصلاة والسلام إلا حج
“Ibnu Ishaq berkata Allah tidak mengutus seorang Nabisetelah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kecuali ia melakukan haji,” (Syekh Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari, Fathul Mu’in Hamisy Hasyiyah I’anah al-Thalibin, Dar al-Fikr, juz 2, hal. 312).
Di lain sisi, haji diartikan pula sebagai bentuk ziarah Islam tahunan ke Makkah. Hal ini merupakan kewajiban bagi umat Islam dan harus dilakukan bila mampu. Setidaknya tunaikan sekali seumur hidup oleh semua orang Muslim dewasa, yang secara fisik dan finansial mampu melakukan perjalanan, dan dapat mendukung keluarga selama ketidakhadiran mereka.
Jadi, pengertian haji adalah berniat melakukan perjalanan ke Mekkah. Sedangkan, menurut istilah pengertian haji adalah menyengaja pergi ke tanah suci (Mekkah) untuk beribadah, menjalankan thawaf, sa’i, serta wukuf di Arafah. Maupun menjalankan seluruh ketentuan ibadah haji di waktu yang telah ditentukan serta dilakukan dengan tertib.
Sementara itu, umrah secara bahasa bisa diartikan berziarah ke tempat ramai atau berpenghuni. Sedangkan menurut istilah, umroh adalah menyengaja menuju Ka’bah untuk melaksanakan ibadah tertentu. Dalam syariat Islam, umroh adalah berkunjung ke Baitullah atau (Masjidil Haram) dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Sang Khalik yakni Allah SWT dengan memenuhi seluruh syarat-syaratnya, serta waktu tak ditentukan seperti pada ibadah haji. Haji dan umrah adalah dua hal yang saling berkaitan. Keduanya memiliki banyak persamaan termasuk pelaksanaan syarat wajib, syarat sah, kesunnahan, beragam hal yang membatalkan, dan perkara yang diharamkan saat melakukan kedua ibadah tersebut. Meski demikian, haji dan umroh juga memiliki beberapa titik perbedaan.
Haji hukumnya bisa menjadi wajib, bagi seluruh umat Islam yang memenuhi syarat untuk melaksanakan. Kewajiban ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam kitab suci Alquran berikut:
ولِلهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ
“Dan bagi Allah subhanahu wata’ala, wajib bagi manusia untuk melaksanakan haji ke Baitullah.” (QS Ali Imran 98).
Kemudian didasarkan dari hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar:
بُني الإسلام على خمس: شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمداً رسول الله، وإقام الصلاة، وإيتاء الزكاة، وحج البيت، وصوم رمضان
“Islam didirikan atas lima hal, bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah subhanahu wata’ala dan sesungguhnya Nabi Muhammad SAW utusan Allah, mendirikan shalat, melaksanakan zakat, haji ke Baitullah dan puasa Ramadhan,” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Bagi mereka yang mengingkari atau menghindari haji padahal mampu dan memenuhi syarat, maka ia termasuk kaum yang berdosa. Jumhur ulama merumuskan bahwa hukumnya haji adalah wajib.
Sementara untuk umroh, masih menjadi perdebatan di antara para ulama. Dari ayat QS Al-Baqarah 196, umat Islam diperintahkan untuk menyempurnakan ibadah haji dan umroh untuk Allah. Menurut pendapat al-Azhhar (yang kuat) hukumnya wajib, hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wata’ala:
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلهِ
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umroh untuk Allah,” (QS Al-Baqarah: 196). Selanjutnya
berdasarkan hadits Nabi yang diriwayatkan dari Sayyidah RA:
عن عائشة قالت قلت يا رسول الله هل على النساء جهاد؟ قال: نعم، جهادٌ لا قتال فيه؛ الحج والعمرة
“Dari ‘Aisyah radliyallahu ‘anh, beliau berkata wahai Rasulullah apakah wajib bagi para perempuan untuk berjihad? Rasulullah menjawab; Ya, yaitu jihad yang tanpa adanya peperangan yakni haji dan umrah,” (HR. Ibnu Majah dan al-Bihaqi dan selainnya dengan sanad-sanad yang shahih). Terdapat banyak hadist yang menjelaskan mengenai hukum umroh. Beberapa menyamakan hukum umroh dengan haji. Tapi sebagian yang lain menyebut hukum melaksanakan umroh adalah Sunnah.
Waktu pelaksaan haji dan umrah tentu berbeda. Pelaksanaan ibadah haji dilakukan setiap satu tahun sekali dan memiliki jumlah jemaah yang banyak, berasal dari seluruh belahan dunia. Waktu pelaksanaan haji dibatasi hanya pada rentang waktu awal bulan Syawal sampai Hari Raya Idhul Adha di bulan Dzulhijjah.
Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani berkata:
والوقت وهو في الحج من ابتداء شوال إلى فجر يوم النحر وفي العمرة جميع السنة
“Dan waktu, waktu dalam haji adalah mulai dari permulaan bulan Syawal sampai fajar hari raya Idul adha (Yaumu al-nahr) dan umrah bisa dilakukan di sepanjang tahun" (Abu Abdil Mu’ti Muhammad Nawawi Bin Umar al-Jawi al-Bantani, Nihayah al-Zain, al-Haromain, hal. 201).
Sementara, pelaksaan ibadah umroh bisa kapan saja tanpa ada batasan waktu. Kecuali di hari tertentu seperti hari Arafah pada 10 Zulhijah dan hari-hari Tasyrik tanggal 11, 12, 13 Zulhijah.
Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani berkata:
“Dan waktu, waktu dalam haji adalah mulai dari permulaan bulan Syawal sampai fajar hari raya Idul adha (Yaumu al-nahr) dan umrah bisa dilakukan di sepanjang tahun." (Abu Abdil Mu’ti Muhammad Nawawi Bin Umar al-Jawi al-Bantani, Nihayah al-Zain, al-Haromain, hal. 201).
Rukun dalam ajaran Islam menjadi penentu keabsahan ibadah yang ditunaikan. Rukun dalam ibadah haji
dan umroh bersifat batal bila tidak dilakukan dan tidak bisa diganti dengan denda. Patut diketahui, terdapat 5 rukun dalam haji yakni niat ihram, wuquf di Padang Arafah, tawaf, sa’i, dan memotong rambut. Kelimanya harus terpenuhi untuk demi keabsahan ibadah haji yang dilakukan. Jika tidak, maka nilai ibadah haji akan berkurang. Syekh Abdullah Abdurrahman Bafadhal al-Hadlrami berkata:
“Rukun-rukun haji ada lima, yaitu niat ihram, wuquf di Arafah, tawaf, sa’i dan memotong rambut. Dan rukun-rukun umrah ada empat yaitu ihram, tawaf, sa’i dan memotong rambut,” (Syeh Abdullah Abdurrahman Bafadhol al-Hadlrami, Busyra al-Karim Bi Syarhi Masa-il at-Ta’lim Ala al-Muqaddimah al- Hadlrasmiyah, Dar al-Fikr, juz 2, hal. 55).
Dari keterangan tersebut bisa diketahui bahwa haji dan umrah berbeda pada satu rukun, yakni wuquf di Arafah yang hanya dilakukan saat haji, bukan umrah. Untuk rukun umroh, yaitu niat ihram, tawaf, sa’i, dan memotong rambut.
Pada saat menunaikan haji dan umroh, jemaah wajib melaksanakan serangkaian ritual manasik. Apabila ditinggalkan tidak membatalkan ibadah. Tapi wajib diganti dengan denda. Kewajiban ibadah haji ada 5, di antaranya yaitu niat ihram dari miqat, batas area yang telah ditentukan sesuai dengan asal wilayah Jemaah,menginap di Muzdalifah, menginap di Mina, thawaf wada’ atau perpisahan, dan melempar jumrah. Hal ini berdasarkan penjelasan dari Syekh Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari yang berkata:
“Kewajiban-kewajiban haji yaitu ihram dari miqat, menginap di Muzdalifah dan Mina, tawaf wada’ dan melempar batu,” (Syekh Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari, Qurrah al-Aini, al-Haramain, hal. 210).
Sedangkan kewajiban ibadah umroh hanya dua, yakni niat dari miqat dan menjauhi larangan-larangan ihram. Jumlah kewajibannya lebih sedikit dan membuat pelaksanaan umroh jadi lebih singkat dibanding haji.
Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani menjelaskan:
“Sedangkan kewajiban-kewajiban umrah ada dua yaitu ihram dari miqat dan menjauhi larangan- larangan ihram” (Syekh Abdul Mu’ti Muhammad Nawawi Bin Umar al-Jawi al-Bantaniy, Tausyikh ‘Ala Ibni Qosim, al-Haramain, hal. 239).
Hukum-Hukum Haji
Maka kesimpulannya, haji dan umroh memiliki empat perbedaan yaitu dalam hukum, rukun, waktu pelaksanaan dan kewajibannya. Semoga bermanfaat dan setiap ibadah diterima di sisi Allah SWT.
Sedikitnya terdapat 4 hukum haji yang bisa Anda pahami. Ketiga hukumnya bisa disesuaikan dengan kondisi calon haji mengingat tidak semua pihak terkena hukum wajib berhaji. Berikut uraian terkait keempat hukum tersebut :
Wajib
Hukum haji biasanya diperkenalkan pada usia dini, terutama hukum wajib untuk pergi berhaji. Hukum wajib ini berlaku hanya bagi mereka yang mengatasnamakan haji dalam nazarnya, dalam hal qadha hingga murtad. Wajib bagi mereka yang mengqhada hajinya biasanya berlaku pada kasus seseorang yang tidak melaksanakan wukuf. Bila rukun haji ini terlewat karena satu dan lain hal maka wajib hukumnya untuk mengqadha di lain waktu. Hukum ini berlaku bahkan untuk mereka yang sudah berhaji. Dalam hal seorang murtad, haji harus dilakukan saat seseorang keluar agama Islam lalu masuk lagi. Maka, wajib baginya untuk melaksanakan ibadah haji untuk mengembalikan keimanan dan keislaman yang telah hilang.
Sunnah
Hukum yang kedua yakni sunnah, dimana hukum berhaji ini berlaku bagi seorang muslim yang belum baligh. Pasalnya, seorang muslim yang belum baligh belum memiliki kewajiban untuk menunaikan ibadah apapun termasuk ibadah haji di usianya. Hukum sunah berlaku juga untuk seseorang yang telah melakukan haji sebelumnya. Seseorang dengan title haji atau hajah tidak lagi memiliki kewajiban berhaji, karena sudah menuntaskan apa yang diberatkan padanya. Maka, hukum wajib berhaji bisa dihilangkan pada ke dua kalangan tersebut.
Makruh
Hukum makruh atau lebih baik tidak dilakukan juga bisa berlaku untuk ibadah haji. Kalangan yang bisa saja dikenakan hukum makruh ini di antaranya wanita yang telah menikah dan pergi berhaji tanpa izin suami. Makruh juga bisa dilakukan bagi mereka yang telah melakukan haji beberapa kali dan ingin melakukannya lagi, namun situasi sekitarnya masih tidak merdeka.
Haram
Terakhir terdapat hukum haram yang artinya tidak boleh dilakukan dan bila dilakukan akan menimbulkan dosa. Sekalipun berhaji melibatkan itikad baik untuk menyempurnakan ibadah, ada serangkaian hal yang bisa membuat hukum haji menjadi haram.
Hukum-hukum haji bersifat haram ditujukan pada seseorang yang pergi berhaji dengan maksud yang tidak baik. Maksud dari ‘tidak baik’ seperti halnya pada seseorang yang pergi berhaji untuk melancarkan misinya menjarah harta para calon haji lainnya. Atau juga pergi berhaji dengan maksud buruk ketika menginjak tanah suci. Kemungkinan maksud buruk inilah yang membuat hukum berhaji haram. Bagi siapapun yang memiliki maksud buruk mengatas namakan perjalanan haji maka ibadahnya tidak akan diterima. Pada dasarnya hukum haji adalah wajib bagi seorang muslim yang mampu baik secara finansial maupun fisik. Namun, di dalamnya terdapat pembagian hukum lagi yang harus dipahami bagi seorang muslim.
Ibadah haji memiliki syarat-syarat wajib yang harus dipenuhi. Hal ini untuk memastikan bahwa seseorang terkena kewajiban haji. Syarat-syarat ini juga menentukan masuk atau tidaknya seseorang dalam kewajiban haji.
Dari berbagai keterangan Al-Qur’an dan hadits, ulama menyebutkan setidaknya tujuh syarat wajib ibadah haji. Orang-orang yang memenuhi syarat ini terkena kewajiban ibadah haji. Adapun tujuh syarat wajib haji adalah sebagai berikut:
Artinya: “Syarat wajib haji ada tujuh, yaitu Islam, baligh, akal, merdeka, ada kendaraan dan bekal,
keamanan di jalan, dan kondisi memungkinkan perjalanan haji,” (Taqrib pada Kifayatul Akhyar, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2001 M/1422 H], halaman 177).
Sayyid Utsman bin Yahya dalam Manasik Haji dan Umrah menyebutkan enam syarat wajib haji. Ketika seseorang memenuhi syarat tersebut, maka ia terkena kewajiban haji. “Syarat-syarat haji (yaitu) Islam, baligh, aqil, merdeka, (masuk) waktu (haji), dan mengetahui perbuatan haji,” (Sayyid Utsman bin Yahya, Manasik Haji dan Umrah, [Jakarta, Alaydrus: tanpa tahun], halaman 15).
Dari keterangan ini kita dapat menyimpulkan bahwa syarat-syarat haji sebagai berikut:
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal
4. Merdeka
5. Memiliki bekal dan ketersediaan kendaraan
6. Masuk waktu haji
7. Fasilitas jalan yang kondusif
8. Jarak terjangkau yang memungkinkan ditempuh
Banyak hadits menjelaskan keutamaan ibadah haji bagi umat Islam yang menjalankannya. Sebaliknya, ada juga beberapa hadits nabi yang menjelaskan peringatan bagi mereka yang tidak melaksanakan haji tanpa uzur setelah mereka terkena kewajiban haji karena telah memenuhi syarat wajib haji.
Artinya: “Dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra, Rasulullah bersabda, ‘Siapa saja memiliki bekal dan kendaraan yang dapat mengantarkannya ke Baitullah, lalu tidak juga berhaji, maka tiada pilihan baginya selain mati sebagai Yahudi atau Nasrani. Demikian itu karena Allah berfirman, ‘Sebuah kewajiban berhaji dari Allah untuk manusia, yaitu mereka yang mampu mengadakan perjalanan ke sana,’ (Ali Imran ayat 97),” (HR At-Timirdzi dan Al-Baihaqi). Wallahu a‘lam. (Alhafiz Kurniawan).
Ada persyaratan “istitho’ah” (mampu), baik secara materi (finansial) maupun fisik (kesehatan). Selain istitho’ah, berhaji itu adalah “panggilan”. Orang yang mampu secara materi maupun fisik belum tentu bisa melaksanakan ibadah haji mana kala tidak “terpanggil”.