Tak Pernah Berangkat Haji Orang ini Kaget Melihat Foto Dirinya Berada di Tanah Suci
Literasi News - Di sini kami akan mengkisahkan seseorang yang tak pernah berangkat haji namun ada foto dirinya di tanah suci (Mekkah).
Diambil dari kisah nyata Pak Iman (Nama samaran). Penasaran yah! Dikutip dari kanal YouTube Fakta Kehidupan. Mari kita Simak Kisahnya.
Kisah nyata tak pernah berangkat haji, orang ini kaget melihat foto-foto dirinya di Tanah Suci.
Uang lebihan belanja yang dikumpulkan selama hampir lima tahun, nyatanya sudah terkumpul hingga mencapai dua puluh juta lebih.
Tekad bulat untuk memenuhi panggilan-Nya ke tanah suci, menjadi impian yang tak terbedung, berharap diberikan kesehatan dan kekuatan iman untuk bisa sampai ke Ka'bah.
Mendung yang mengepul pagi itu, mengawali hari memburamkan suasana, orang-orang menjadi malas untuk sekedar keluar rumah, namun tidak bagi pak Iman (bukan nama sebenarnya).
Bersama istri dan kedua anaknya, beliau sengaja keluar rumah hendak ke Bank Syariah untuk menyimpan uang guna berangkat Haji.
Ketika hendak berjalan menuju jalan raya menunggu angkutan umum dia melihat becak melintas dengan membawa tetangganya yang terkulai lemas tak sadarkan diri.
Sang istri yang tengah menemaninya, bermuka sedih bercampur panik, belumlah terlalu jauh, pak Iman menghampiri dan bertanya, "Pak Parmin kenapa, Bu?" "Sakit, pak. Sudah tiga hari dadanya terasa sakit,"
Sore hari ketika tengah bersantai di teras, istri pak Parmin, datang menghampiri dengan keadaan sedih. Dia bercerita bahwa saat ini kondisi suaminya dalam keadaan kritis, ada penyempitan dibagian paru-parunya, dan harus dioperasi.
Tak tanggung tanggung, biaya yang diperlukan untuk operasi tersebut sebesar dua puluh juta rupiah. Setelah semalaman bermusyawaroh dengan istrinya, Akhirnya pak Iman memutuskan mengambil kembali uang simpanan dan meminjamkannya ke keluarga pa Parmin untuk biaya operasi.
Dua tahun kemudian, setelah musim haji berlalu, orang orang yang tengah berangkat haji telah kebali pulang ke tanah air. Di sebuah masjid, pak Iman yang tengah dalam perjalanan pulang menyempatkan diri untuk melaksanakan sholat asyar.
Ketika hendak melakukan perjalanan pulang kerumah, pak Iman disapa oleh seorang Laki-laki. "Masa Allah...pak Haji, kita ketemu lagi disini. Sebentar rumah bapak diarea sini,"? Tanya lelaki itu seolah sudah akrab dengan pak Iman.
Sapaan pak Haji yang diucapkan serta pelukan dan kalimat kalimat keakraban yang seolah-olah telah kenal lama, membuat pak Iman semakin bingung.
"Maaf, pak! Bapak ini siapa ya? Sepertinya bapak salah orang," Ucap pak Iman limbung. Ah... masa pak Haji lupa, ini saya pak Haji Rohman, yang dulu waktu di Ka'bah kita bareng, sholat di masjid waktu ibadah haji kita bareng," Ucapnya gamblang.
"Masya Allah... maaf, pak! Bapak beneran salah orang, saya belum pernah berangkat haji!," "Ah... tak mungkin saya salah orang, pak! Bapak ini, pak haji Iman kan!,"
"Iyah benar, Bapak tahu nama saya dari mana?" "Lah... tadi kan saya bilang, kita haji bareng, pak! Ketemu di sana," ucap Haji Rohman seakan menjelaskan.
"Oh iya, pak saya ingat pernah janji ke bapak untuk mengirim foto-foto kita waktu disana, tadinya mau saya kirim, Cuma kebetulan alamat pak Iman yang dulu pernah diberikan ke saya, hilang pak," lanjutnya.
"Maaf, pak! Bapak ini siapa ya? Sepertinya bapak salah orang," Ucap pak Iman limbung. Ah... masa pak Haji lupa, ini saya pak Haji Rohman, yang dulu waktu di Ka'bah kita bareng, sholat di masjid waktu ibadah haji kita bareng," Ucapnya gamblang.
"Masya Allah... maaf, pak! Bapak beneran salah orang, saya belum pernah berangkat haji!," "Ah... tak mungkin saya salah orang, pak! Bapak ini, pak haji Iman kan!,"
"Iyah benar, Bapak tahu nama saya dari mana?" "Lah... tadi kan saya bilang, kita haji bareng, pak! Ketemu di sana," ucap Haji Rohman seakan menjelaskan.
"Oh iya, pak saya ingat pernah janji ke bapak untuk mengirim foto-foto kita waktu disana, tadinya mau saya kirim, Cuma kebetulan alamat pak Iman yang dulu pernah diberikan ke saya, hilang pak," lanjutnya.
Pak Iman sendiri masih kebingungan. "Gini saja, Pak! Aku ajak bapa ke rumah saya dulu sebentar, nanti pulangnya saya antar!," Ajak Haji Rohman.
Karena penasaran, pak Iman pun mengikuti ucapan pak Rohman, tadi. Sesampainya di rumah pak Rohman, pak Iman terkejut melihat foto-foto dirinya yang tengah menunaikan ibadah haji.
Pak Iman pun pulang dengan membawa foto-foto dirinya, setelah memperlihatkan ke istri dan anaknya, seisi rumah merasa haru dan bercampur bingung.
Akhirnya, pak Iman mendatangi seorang alim ulama. Menurut beliau, bisa jadi itu malaikat yang diserupakan oleh Allah Subhanahuwata'ala untuk menunaikan haji mengganti keberangkatan pak Iman karena menolong tetangganya yang sedang sakit. subhanallah.
Semoga kisah pak Iman ini menjadikan kita jiwa penolong dan dilakukan dengan ikhlas. Semoga bermanfaat.
Pengertian Haji dan Umrah
Selain itu, haji secara istilah adalah menyengaja berkunjung ke Baitullah, di Makkah untuk melakukan ibadah pada waktu dan cara tertentu serta dilakukan dengan tertib. Haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib ditunaikan. Oleh karena itu, seluruh umat Islam harus memahaminya.
Macam-macam haji dibagi berdasarkan waktu pelaksanaannya. Hal ini karena setiap jamaah terbagi menjadi beberapa kelompok terbang. Ada yang datang duluan, ada yang datang berdekatan di bulan Zulhijjah. Waktu pelaksanaan ini yang membedakan haji dengan umroh. Kalau umroh bisa kapanpun tanpa ada ikatan waktu, sedangkan haji harus dikerjakan di bulan Syawal, Zulqaidah dan Zulhijjah.
Umroh sendiri merupakan ibadah sunah yang memiliki banyak keistimewaan. Terkait pelaksanaan, ada yang mengerjakan umrah terlebih dahulu baru haji, ada yang mengerjakan haji terlebih dahulu baru umroh dan ada yang meniatkan haji bersamaan dengan umrah. Namun, tidak ada ketentuan yang mewajibkan bahwa pelaksanaan ibadah haji harus disandingkan dengan ibadah umrah.
Pengertian haji adalah ziarah Islam tahunan ke Makkah. Hal ini merupakan kewajiban wajib bagi umat Islam dan harus dilakukan setidaknya sekali seumur hidup oleh semua orang Muslim dewasa, yang yang secara fisik dan finansial mampu melakukan perjalanan, dan dapat mendukung keluarga mereka selama ketidakhadiran mereka. Jadi, pengertian haji adalah berniat melakukan perjalanan ke Makkah.
Pengertian haji secara bahasa adalah menyengaja atau menuju. Sedangkan, pengertian haji menurut istilah adalah menyengaja pergi ke tanah suci (Mekkah) untuk beribadah, menjalankan tawaf, sa’i, serta wukuf di Arafah, maupun menjalankan seluruh ketentuan-ketentuan ibadah haji pada waktu yang telah ditentukan serta dilakukan dengan tertib.
Umroh sendiri dalam syariat Islam berarti berkunjung ke Baitullah atau (Masjidil Haram) yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada sang kuasa yakni Allah SWT dengan memenuhi seluruh syarat syaratnya dengan waktu tak ditentukan seperti pada ibadah haji.
Setelah mengenali pengertian haji dan umroh, kamu juga harus mengetahui hukumnya dalam Islam. Haji merupakan rukun Islam yang kelima, dan hukumnya wajib dilaksanakan bagi seluruh umat Islam yang memenuhi syarat wajib untuk melaksanakannya. Kewajiban melaksanakan haji bagi yang mampu ini didasarkan pada firman Allah SWT pada QS Ali Imran ayat 98.
“Dan bagi Allah subhanahu wata’ala, wajib bagi manusia untuk melaksanakan haji ke Baitullah.” (QS Ali Imran 98).
Bagi mereka yang mengingkari atau menghindari haji padahal mampu dan memenuhi syarat, maka ia termasuk kaum yang berdosa.
Sementara itu, hukum ibadah umroh masih menjadi perdebatan di antara para ulama. Dari ayat QS Al-Baqarah 196, umat Islam diperintahkan untuk menyempurnakan ibadah haji dan umroh untuk Allah.
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah untuk Allah,” (QS al-Baqarah: 196).
Terdapat banyak hadist yang menjelaskan tentang hukum ibadah umroh. Beberapa menyamakan hukum umroh dengan haji, tetapi ada pula yang menyebut hukum melaksanakan umroh adalah Sunah.
Selain mengetahui pengertian haji dan umroh beserta hukumnya, kamu tentunya juga perlu mengenali waktu pelaksaannya yang berbeda. Pelaksanaan ibadah haji dilakukan setiap satu tahun sekali dan selalu memiliki jumlah jemaah yang banyak dan berasal dari seluruh penjuru dunia. Waktu pelaksanaan ibadah haji terbatas dibandingkan waktu pelaksanaan ibadah umroh. Waktu pelaksanaan haji terbatas hanya pada rentang waktu awal bulan Syawal sampai Hari Raya Idhul Adha di bulan Dzulhijjah.
Sementara, ibadah umroh bisa dilaksanakan kapan saja tanpa ada batasan rentang waktunya, kecuali pada hari tertentu seperti hari Arafah pada 10 Zulhijah dan hari-hari Tasyrik tanggal 11, 12, 13 Zulhijah. Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani berkata:
“Dan waktu, waktu dalam haji adalah mulai dari permulaan bulan Syawal sampai fajar hari raya Idul adha (Yaumu al-nahr) dan umrah bisa dilakukan di sepanjang tahun."
(Abu Abdil Mu’ti Muhammad Nawawi Bin Umar al-Jawi al-Bantani, Nihayah al-Zain, al-Haromain, hal. 201).
Rukun Haji dan Umroh
Rukun dalam ibadah menjadi penentu keabsahan ibadah yang dilakukan. Hal tersebut juga berlaku untuk ibadah haji dan umroh. Rukun dalam ibadah haji dan umroh bersifat batal bila tidak dilakukan dan tidak bisa diganti dengan denda. Seperti yang diketahui, terdapat lima rukun dalam haji yaitu niat ihram, wuquf di Padang Arafah, tawaf, sa’i, dan memotong rambut.
Kelima rukun ini harus dilakukan seluruhnya guna memenuhi keabsahan ibadah haji yang dilakukan. Jika tidak bisa melaksanakan seluruh rukun haji ini dikarenakan satu dan lain hal, maka nilai ibadah haji akan berkurang. Syekh Abdullah Abdurrahman Bafadhal al-Hadlrami berkata:
“Rukun-rukun haji ada lima, yaitu niat ihram, wuquf di Arafah, tawaf, sa’i dan memotong rambut. Dan rukun-rukun umrah ada empat yaitu ihram, tawaf, sa’i dan memotong rambut,” (Syeh Abdullah Abdurrahman Bafadhol al-Hadlrami, Busyra al-Karim Bi Syarhi Masa-il at-Ta’lim Ala al-Muqaddimah al-Hadlrasmiyah, Dar al-Fikr, juz 2, hal. 55).
Untuk rukun umroh, yaitu niat ihram, tawaf, sa’i, dan memotong rambut. Perbedaan haji dan umroh hanyalah wuquf di Padang Arafah yang hanya dilaksanakan oleh Jemaah haji saja. Jemaah umroh tidak melakukan wuquf di Padang Arafah.
1. Ikhram
Ikhram merupakan niat yang dibaca ketika hendak berhaji disebuah tempat yang bernama Miqat. Sebelum berhaji umat Islam harus membaca niat terlebih dahulu. Kemudian mandi wajib, melaksanakan sholat dua rakaat dan mengenakan pakaian ikhram (kain putih tanpa dijahit membentuk baju).
2. Wukaf di Arafah
Wukuf adalah berhenti atau berdiam diri, sedangkan Arafah adalah nama sebuah gunung yang ada di Mekah. Jadi Wukuf di Arafah artinya berdiam diri di padang Arafah.
Waktu pelaksanaan wukuf yakni dimulai dari waktu dzuhur sekitar pukul 12 tanggal 9 sampai subuh tanggal 10 Dzulhijah. Selama pelaksanaan wukuf jamaah tidak diwajibkan untuk suci dari hadas besar maupun kecil. Maka dari itu bagi perempuan yang sedang haid atau nifas tetap boleh melakukan wukuf.
3. Tawaf Ifadah
Tawaf Ifadah adalah proses mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali dengan posisi Ka'bah disebelah kiri yang dimulai dari Hajar Aswat dan berakhir di Hajar Aswat lagi. Tawaf Ifadah dilakukan setelah melempar jumrah aqabah pada tanggal 10 Dzulhijah.
4. Sai
Sai merupakan kegiatan berjalan atau berlari kecil dimulai dari bukit Shafa ke bukif Marwah yang dilakukan sebanyak tujuh kali setelah tawaf ifadah.
5. Tahallul (Mencukur)
Tahallul merupakan kegiatan mencukur atau menggunting rambut kepala setelah melaksanakan sai. Bagi laki-laki disunnahkan untuk mencukur habis rambut dikepalanya, sedangkan bagi perempuan cukup menggunting ujung rambut sepanjang jari tangan.
6. Tertib
Tertib artinya mengerjakan kegiatan haji sesuai dengan urutan, tidak boleh acak dan sampai ada yang tertinggal.
Kewajiban Ibadah Haji dan Umroh
Wahbah az-Zuhaili dalam bukunya Fiqih Islam wa Adillatuhu Jilid 3 menjelaskan, dalam bahasa Arab, haji artinya 'pergi menuju'. Adapun menurut pengertian syariat, haji adalah pergi ke Ka'bah untuk melaksanakan amalan-amalan tertentu.
Dalil kewajiban haji disebutkan dalam sejumlah ayat Al-Qur'an. Salah satunya dalam surah Ali Imran ayat 97, Allah SWT berfirman:
"Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barangsiapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam."
Sedangkan dalil dari sunnah adalah sabda Rasulullah SAW sebagaimana disebutkan dalam riwayat yang berasal dari Abdullah bin Umar RA.
"Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, membayar zakat, haji ke Baitullah, dan puasa Ramadan." (HR. Bukhari dan Muslim).
Menurut pendapat yang benar sebagaimana dikatakan mayoritas ulama, haji diwajibkan pada akhir tahun 9 hijriah. Ayat yang mewajibkannya adalah firman Allah SWT:
"....Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah...." (QS. Ali Imran: 97).
Wahbah az-Zuhaili mengatakan, ayat tersebut turun pada 'Aamul Wufuud (tahun datangnya berbagai delegasi yang menyatakan masuk Islam) di akhir tahun 9 hijriah.
Dalam pendapat lain, seperti dinukil dari buku Sejarah Ibadah yang ditulis oleh Syahruddin El-Fikri, kewajiban melaksanakan ibadah haji mulai disyariatkan tahun keenam hijriah. Sedangkan Nabi SAW melaksanakan ibadah haji pada tahun kesembilan hijriah.
Ali Muhammad Ash-Shallabi dalam Sejarah Lengkap Rasulullah Jilid 2 menerangkan, Rasulullah SAW menunjuk Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai amir haji pada tahun 9 hijriah. Abu Bakar bersama rombongan sahabat lainnya bertolak ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji serta menggiring hewan kurban.
Pada haji dan umroh, Jemaah wajib menjalankan serangkaian ritual manasik, yang apabila ditinggalkan tidak membatalkan ibadah, namun wajib diganti dengan denda. Kewajiban ibadah haji ada lima, yaitu niat ihram dari miqat, batas area yang telah ditentukan sesuai dengan asal wilayah Jemaah, menginap di Muzdalifah, menginap di Mina, tawaf wada’ atau perpisahan, dan melempar jumrah. Syekh Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari berkata:
“Kewajiban-kewajiban haji yaitu ihram dari miqat, menginap di Muzdalifah dan Mina, tawaf wada’ dan melempar batu,” (Syekh Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari, Qurrah al-Aini, al-Haramain, hal. 210).
Sedangkan kewajiban umroh hanya dua, yaitu niat dari miqat dan menjauhi larangan-larangan ihram. Jumlah kewajiban yang lebih sedikit ini membuat pelaksanaan ibadah umroh menjadi lebih cepat selesai dibanding haji. Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani berkata:
“Sedangkan kewajiban-kewajiban umrah ada dua yaitu ihram dari miqat dan menjauhi larangan-larangan ihram” (Syekh Abdul Mu’ti Muhammad Nawawi Bin Umar al-Jawi al-Bantaniy, Tausyikh ‘Ala Ibni Qosim, al-Haramain, hal. 239).