Pengalaman Umroh Pertama Kali
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA– Umroh di masa pandemi menjadi pengalaman baru bagi Andika Tito. Selain kali pertama menginjakkan kakinya di tanah suci Makkah dan Madinah, pengalaman baru yang menjadi istimewa ini karena Andika, melaksanakan ibadah umroh di saat Muslim lain membatasi perjalanan luar negeri demi mengurangi resiko terpaparnya Covid-19.
“Umroh di masa pandemi ini merupakan umroh pertama saya,” cerita Andika kepada Republika kemarin.
Pria kelahiran 1991 ini mengenang yang paling mengesankan dalam perjalanan umrohnya ini, selain bisa umroh di masa pandemi, juga keberangkatan ini bisa bareng keluarga. Bapak dan Ibu serta Nenek, bersama Andika dalam satu kelompok terbang (kloter) menuju rumah Allah SWT.
“Kebetulan saya mengantar Bapak, Ibu, Nenek. Mumpung masih diberikan kesehatan dan ada rezeki,” tuturnya.
Andika tidak bisa melukiskan betapa senang dan indahnya kita pesawat yang membawanya dari Bandara Soekarno Hatta mendarat di Bandara Arab Saudi. Andika dan Nenek nya bisa sampai bersama-sama. “Saya kan Nenek baru pertama kalinya, tetapi Bapak Ibu sudah pernah sebelumnya,” ujarnya.
Pria kelahiran Semarang, Jawa Tengah ini mengatakan, perjalanan pertama umrohnya ini di saat pandemi, di mana aktivitas dibatasi termasuk ibadah umroh. Meski demikian tidak menghilangkan rasa bahagia dan haru ketika melaksanakan ibadah umrah walapun harus menjalani karantina dan test PCR yang merepotkan
“Memang di masa pandemi ini peraturan jadi lebih ketat, kami menjalani test PCR dulu di Jakarta sebelum berangkat ke Saudi. Setelah hasil PCR keluar (Negatif) maka berlanjut perjalanan ke Saudi. Kebetulan trip dari Biro kami destinasi menuju Madinah dahulu baru ke Mekah,” kenangnya.
Andika menceritakan, sampai di Madinah jamaah proses imigrasi dan langsung menuju hotel karantina, sampai di hotel karantina keesokan harinnya test PCR. Masa karantina kurang lebih sekitar 5 hari. Sebelum lepas masa karantina dilakukan test PCR kembali.
“Kami mendapatkan gelang khusus penanda jamah umroh,” katanya.
Gelang tersebut digunakan untuk memasuki masjid atau area perbelanjaan (Mall). Ada alternatif jika tidak menggunakan gelang penanda (ada barcodenya) yaitu menggunakan aplikasi dari Saudi (seperti peduli lindungi) namanya tawakalna. Namun untuk jamaah umroh lebih flexible menggunkan gelang penanda.
Andika menceritakan, setelah sekitar delapan hari di Madinah, selanjutnya rombongan menuju ke Makah untuk menunaikan ibadah utama umrohnya. Rombongan mengambil Miqot di Bir Ali. “Karena masa karantina di Madinah cukup lama, sayangnya kami di Makkah hanya sekitar 3-4 hari’an saja,” katanya.
Andika mengatakan, khusus untuk memasuki area Tawaf (Ka’Bah) dan Roudoh (Madinah) selain menggunakan gelang diperlukan adanya izin khusus (Tasreh) yang sudah diurus oleh tim Biro kami. Di hari ke 4 (Makkah) dini hari Andika dan keluarga melakukan perjalanan ke bandara Jeddah. “Dan kami pulang ke Indonesia,” katanya.
Sesampainya di bandara Soetta, rombongan harus melalui beberapa pos screening, dan test PCR. Setelah test PCR, pengecekan dokumen, imigrasi dan lain sebagainya selesai langsung menuju ke hotel karantina di Jakarta. “Masa karantina di Jakarta kurang lebih 4-5 hari,” katanya.
Sebelum lepas karantina dilakukan test PCR kembali, apabila negatif bisa pulang, apabila positif maka masih diperlukan karantina kembali. Andika mendapat jadwal keberangkatan umroh pada tanggal 14 Februari 2022. “Itu singkat cerita perjalanan umroh saya.
Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT walaupun masa pandemi tapi ibadah umroh dapat berjalan dengan lancar,” katannya.
Menurutnya, ada hikmah yang baik dalam perjalan umroh di masa pandemi ini, yaitu saat masuk ke Roudoh dan Tawaf, di mana ibadah bisa lebih khusuk, karena jama’ah tidak saling berdesakan, karena apabila memasuki Ka’bah dan Rouduh diperlukan izin khusus (Tasreh) jadi jamaah tidak berjubel/berdesak-desakan.
Umrah merupakan salah satu perjalanan spiritual untuk mendekatkan diri kepada Allah, yang secara etimologi memiliki arti berkunjung, sedangkan secara terminologi, sebagaimana yang disampaikan oleh Syekh Zakariya al-Anshari (wafat 926 H) dalam kitab Asnal Mathalib fi Syarhi Raudlatit Thalib, adalah menyengaja untuk mendatangi Ka’bah dengan tujuan beribadah umrah. Umrah secara harfiyah memang memiliki makna berkunjung, akan tetapi berkunjung dalam konteks ini bukanlah berkunjung biasa sebagaimana umumnya. Sebab, dalam momentum itu orang-orang yang beribadah umrah memiliki kesempatan mendatangi tempat kelahiran Rasulullah. Shalat di tempat yang biasa dijadikan tempat shalat oleh utusan paling mulia itu, dan bisa makan, minum, dan berjalan di tempat yang biasa dijadikan tempat makan, minum, dan berjalan olehnya.
Dengan demikian, umrah merupakan salah satu rangkaian ibadah yang sangat dimuliakan oleh Allah. Oleh karenanya, tidak heran jika banyak umat Islam berbondong-bondong untuk mendatangi Ka’bah dalam rangka untuk melaksanakan umrah.
Membahas perihal dalil-dalil umrah, maka akan sangat banyak kita temukan, baik dalam Al-Qur’an, hadits, maupun pendapat-pendapat para ulama secara konsensus hingga personal. Dalam Al-Qur’an Allah swt berfirman:
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْراً فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
Artinya, “Sesungguhnya Safa dan Marwah merupakan sebagian syi’ar (agama) Allah. Maka barangsiapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka Allah Maha Mensyukuri, Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah [2]: 158).
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ
Artinya, “Sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.” (Surat Al-Baqarah ayat 196).
Sedangkan dalil-dalil umrah menurut hadits Rasulullah adalah sebagai berikut:
الْعُمْرَةُ وَاجِبَةٌ كَوُجُوبِ الْحَجِّ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً
Artinya, “Umrah hukumnya wajib, seperti wajibnya haji, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana.” (HR Anas bin Malik)
العُمْرَةُ إلى العُمْرَة كَفَارَةٌ لِما بَيْنَهُمَا والحجُّ المَبْرُورِ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إلاّ الجَنَّة
Artinya, “Dari satu umrah ke umrah yang lainnya (berikutnya) menjadi penghapus dosa di antara keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga.” (HR Muslim)
Hukum melaksanakan umrah masih menuai perbedaan pendapat menurut ulama mazhab empat. Ada yang mengatakan wajib, ada yang mengatakan tidak wajib, da nada yang mengatakan sunnah. Beberapa pendapat tersebut sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Nawawi, yaitu:
وَاخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ فِي وُجُوْبِ الْعُمْرَةِ فَقِيْلَ وَاجِبَةٌ وَقِيْلَ مُسْتَحَبَّةٌ وَلِلشَّافِعِى قَوْلَانِ أَصَحَّهُمَا وُجُوْبُهَا وَأَجْمَعُوْا عَلَى أَنَّهُ لَا يَجِبُ الْحَجُّ وَلَا الْعُمْرَةُ فِي عُمْرِ الْاِنْسَانِ اِلَّا مَرَّةً
Artinya, “Ulama berbeda pendapat dalam wajibnya umrah. Satu pendapat mengatakan wajib, pendapat lain mengatakan sunnah, dan ulama kalangan mazhab Syafi’i terdapat dua pendapat, namun yang paling sahih ada wajib umrah. Dan telah sepakat bahwa sungguh haji dan umrah tidak wajib dalam umur manusia kecuali satu kali.” (Imam Nawawi, Syarhun Nawawi ‘alal Muslim, [Beirut, Darul Ihya’ at-Turats: 1392], juz VIII, halaman 72). Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kewajiban umrah masih mendapatkan respon yang berbeda dari beberapa ulama, hanya saja sebagai warga Indonesia yang mayoritas mengikuti mazhab Syafi’i, umrah hukumnya wajib jika mengikuti pendapat yang lebih sahih. Jika ditelusuri lebih dalam, terdapat salah satu riwayat at-Tirmidzi dari sahabat Jabir, yang dengan tegas mengatakan bahwa umrah hukumnya tidak wajib. Riwayat ini berasal dari salah satu sahabat yang bertanya kepada Rasulullah perihal kewajiban umrah, yaitu:
سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْعُمْرَةِ أَوَاجِبَةٌ هِيَ قَالَ لَا وَأَنْ تَعْتَمِرَ خَيْرٌ لَك
Artinya, “Nabi Muhammad saw pernah ditanya perihal umrah, apakah ia wajib? Rasulullah menjawab, ‘Tidak, namun jika engkau berumrah, itu lebih baik bagimu.’” (HR at-Tirmidzi) Syekh Ahmad Khatib asy-Syarbini (wafat 977 H) dalam salah satu kitabnya mengutip beberapa pendapat para ulama ahli hadits, dan mereka sepakat bahwa hadits di atas merupakan hadits daif, bahkan Imam Ibnu Hazm menganggapnya sebagai hadits batil. Selain kualitas haditsnya lemah, yang dimaksud tidak wajib dalam konteks di atas juga memiliki makna yang masih sangat umum. Dengan kata lain, tidak wajibnya umrah bisa saja kepada orang-orang yang tidak mampu sebagaimana haji, dan bisa pula bagi orang yang bertanya itu, sebagaimana yang telah disebutkan:
أَنَّ الْمُرَادَ لَيْسَتْ وَاجِبَةً على السَّائِلِ لِعَدَمِ اسْتِطَاعَتِهِ
Artinya, “Sungguh, yang dimaksud “tidak wajib” (pada hadits di atas) tertuju pada orang yang bertanya, kerena ia tidak mampu melaksanakannya.” (Asy-Syarbini, Mughnil Muhtaj ila Ma’rifati Ma’ani Alfadzil Minhaj, [Beirut, Darul Fikr: tt), juz I, halaman 460)
Tata cara pelaksanaan ibadah umrah adalah: mandi, berwudhu, memakai pakaian ihram di mîqât, shalat sunah ihram 2 rakaat, niat umrah dan membaca Labbaik Allâhumma `umrat(an) (Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, untuk umrah), membaca talbiah serta doa, memasuki Masjidil Haram, tawaf, sa`i, dan tahalul.
Tahapan Umrah
1. Berangkat menuju Miqat
2. Berpakaian dan berniat Ihram di Miqat (Tempat Miqat, al : Bier Ali, Ji`ronah,Tan`im, dsb)
3. Shalat sunat ihram 2 rakaat jika memungkinkan
4. Melafazhkan niat Umroh : Labbaik Allahuma Umrotan
5. Teruskan perjalanan ke Mekah, dengan membaca Talbiah sebanyak-banyaknya dan mematuhi larangan saat ihram
6. Melakukan Tawaf sebanyak 7 putaran
7. Melakukan Sa`i antara Bukit Safa - Bukit Marwah sebanyak 7 kali
8. Tahallul (menggunting rambut)
9. Ibadah Umroh selesai
Salah satu kewajiban umat muslim sebagaimana disebutkan dalam rukun islam yakni menunaikan haji apabila mampu. Namun kita tahu bahwa untuk menjalankan haji hanya dibatasi waktu tertentu. Yakni pada 8-12 Dzulhijjah. Bagi masyarakat Indonesia sendiri, waktu antrian untuk pergi ke haji juga cukup lama dikarenakan keterbatasan kuota. Biasanya untuk mendaftar pergi haji membutuhkan waktu 5-10 tahun baru bisa berangkat. Maka itu, serambi menunggu jadwal berhaji, tidak ada salahnya kita melaksanakan umroh.
Umroh merupakan ibadah umat islam yang hukumnya sunnah dan tata cara pelaksanaanya hampir mirip dengan haji, hanya ada sedikit perbedaan dalam rukunnya. Untuk tempat pelaksanaannya di Masjidil Haram, Mekkah. Dan umroh dapat dilakukan kapan saja. Walaupun umrah tergolong ibadah sunnah, namun umroh memiliki banyak faedah bagi yang mengerjakannya. Nah, berikut ini beberapa keutamaan ibadah umroh.
1. Jihad para perempuan
Jihad adalah salah satu ibadah yang pahalanya sangat besar disisi Allah SWT. Bahkan Allah menjanjikan surga bagi siapapun yang melakukan jihad fi sabilillah. Rasulullah Shallallhu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Pokok urusan adalah Islam, tiangnya itu shalat, sedangkan puncaknya adalah jihad.” (HR. Al-Tirmidzi)
Apabila seorang laki-laki berjihad dengan cara ikut berperang membela agama islam, lalu bagaimana dengan kaum perempuan yang fisiknya cenderung lemah? Tak perlu khawatir. Sebab perempuan diberikan kesempatan berjihad lewat umrah atau melaksanakan haji.
Dari Abu Hurairah radhiallaahu anhu, dari Rasulullah shalallaahu alaihi wasalam, beliau bersabda: “Jihad orang yang tua, orang yang lemah dan wanita adalah haji dan umrah.” (HR. An-Nasa’i)
Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah, ‘Aisyah berkata: “Aku bertutur: ‘Ya Rasulullah, apakah ada kewajiban berjihad bagi kaum wanita?’ Beliau berkata: ‘Bagi wanita adalah jihad yang tidak ada peperangan padanya, yaitu haji dan umrah.” (HR Ibdu Majah, Dishahihkan oleh al-Albani)
2. Dihapuskan dosa-dosanya
Seseorang yang telah menjalankan ibadah umroh satu kali. Kemudian beberapa tahun, ia melakukan umroh kembali maka dosa-dosanya pada rentang hari dari umroh pertama ke umroh kedua akan diampuni oleh Allah SWT.
“Suatu umroh kepada umroh yang lain adalah kafarrah (menghapuskan dosa) di antara keduanya dan haji yang mabrur (diterima) itu tidak ada balasan baginya selain syurga.” (HR. Bukhari
3. Dijanjikan surga
Berkaitan dengan poin pertama, bahwa umroh merupakan jihadnya perempuan. Maka Allah Ta’ala menjanjikan bagi siapapun (baik laki-laki ataupun perempuan) yang menjalankan umroh dengan keikhlasan hati maka surga baginya. Hadist shahih Bukhari juga menjelaskan yang hal sama bahwasahnya orang-orang yang umroh akan diberikan keistimewaan berupa ganjaran surga.
4. Dijauhkan dari kemiskinan
Beberapa orang sering menunda melakukan umroh dikarenakan biaya yang mahal. Mungkin takut uang tabungan menjadi habis atau masih ragu-ragu. Perlu diketahui bahwa satu dari sekian banyak keutamaan yaitu menjauhkan kemiskinan. Umroh tidak membuat kita jadi fakir atau miskin. Justru dnegan menunaikan umroh, insyaAllah rezeki akan berlipat ganda dan mengalir dengan lancar. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Ikutkanlah umrah kepada haji, karena keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi, emas, dan perak. Sementara tidak ada pahala bagi haji yang mabrur kecuali surga.”(HR. Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Salah satu ibadah yang sangat diimpikan oleh semua umat Islam di berbagai lapisan dunia adalah bisa melaksanakan ibadah umrah ke Makkah al-Mukarramah, sebagai salah satu manifestasi ketaatan seorang hamba untuk beribadah di tempat yang sangat dimuliakan oleh Allah, dan juga bentuk kerinduan pada salah satu tempat dilahirkannya manusia termulia dan paling agung, yaitu Nabi Muhammad saw. Ibadah umrah pada dasarnya tidak memiliki perbedaan dengan ibadah haji pada umumnya. Beberapa kewajiban-kewajiban dalam ibadah haji juga menjadi kewajiban dalam umrah, hanya saja terdapat beberapa teknis yang berbeda, di antaranya adalah rukun Umrah dan rukun haji. Rukun umrah merupakan salah satu kewajiban bagi orang yang beribadah umrah yang tidak boleh dianggap remeh. Sebab, jika rukun-rukun tersebut tidak terpenuhi, maka umrahnya tidak sah, atau bisa sah jika masih ada kemungkinan untuk mengganti beberapa rukun yang tertinggal. Jika tidak, maka ia harus membayar denda (dam) atas kelalaian dalam ibadah tersebut, sebagaimana yang disebutkan oleh Syekh Khatib asy-Syarbini,
مَنْ تَرَكَ وَاجِبًا مِنْ وَاجِبَاتِ الْحَجِّ أَوْ الْعُمْرَةِ لَزِمَهُ بِتَرْكِهِ دَمٌ
Artinya, “Barangsiapa meninggalkan salah satu kewajiban dari beberapa kewajiban haji atau umrah, maka wajib baginya disebabkan meninggalkannya untuk membayar denda.” (Asy-Syarbini, al-Iqna’ lisy Syarbini, [Beirut, Darul Fikr: 1415], juz I, halaman 262).
“(Rukun umrah ada lima) (1) ihram; (2) thawaf; (3) sa’i; (4) mencukur dalam salah satu pendapat yang mengatakan bahwa mencukur merupakan ibadah adalah pendapat yang lebih ungguh, dan sama dengannya yaitu menggundul; dan (5) berurutan dalam semua rukunnya. (Al-Bujairami, Hasiyah al-Bujairami ‘alal Khatib, [Beirut, Darul Fikr: tt], juz VII, halaman 115). Rukun pertama ihram, yaitu niat masuk atau niat memulai ibadah umrah. Rukun kedua Thawaf, yaitu mengelilingi baitullah tujuh kali, dengan memposisikan ka’bah di samping kirinya saat melakukan thawaf, dan harus dimulai dari Hajar Aswad, jika tidak, maka tidak dihitung. Rukun ketiga sa’i, yaitu berjalan tujuh kali antara bukit Shafa dan bukit Marwah. Adapun syarat sa’i adalah memulainya dari bukit Shafa dan mengakhirinya di bukit Marwah. Perjalanan dari Shafa ke Marwah dihitung satu kali, dan kembali ke Shafa dihitung kali yang lain. Rukun keempat adalah mencukur. Dalam hal ini, lebih baik bagi laki-laki untuk menggundul rambutnya, sedangkan untuk wanita mencukur pendek. Adapun minimal mencukur adalah menghilangkan tiga rambut dari kepala, baik dengan menggundul, memendekkan, mencabut, atau memotongnya. Rukun yang kelima yaitu melakukan semua rukun-rukun umrah sesuai urutannya, dengan mendahulukan rukun yang harus didahulukan, dan mengakhirkan rukun yang harus diakhirkan.