Sejarah MasjidilAqsa
SEJARAH MASJIDIL AQSA
Dikutip dari wikipedia.org, Masjidilaqsa atau Masjid Al-Aqsa (bahasa Arab: المسجد الاقصى, juga disebut dengan Baitulmaqdis atau Bait Suci (bahasa Arab: بيت المقدس, bahasa Ibrani: בֵּית־הַמִּקְדָּשׁ, Beit HaMikdash), Al Haram Asy Syarif (bahasa Arab: الحرم الشريف, al-Ḥaram asy-Syarīf, "Tanah Suci yang Mulia", atau الحرم القدسي الشريف, al-Ḥaram al-Qudsī asy-Syarīf, "Tanah Suci Yerusalem yang Mulia"), Bukit Bait (Suci) (bahasa Ibrani: הַר הַבַּיִת, Har HaBáyit), adalah nama sebuah kompleks seluas 144.000 meter persegi yang berada di Kota Lama Yerusalem. Kompleks ini menjadi tempat yang disucikan oleh umat Islam, Yahudi, dan Kristen. Tempat ini sering dikelirukan dengan Jami' Al-Aqsha atau Masjid Al-Qibli. Jami' Al-Aqsha adalah masjid berkubah biru yang menjadi bagian dari kompleks Masjidilaqsa sebelah selatan, sedangkan Masjidilaqsa sendiri adalah nama dari kompleks tersebut, yang di dalamnya tidak hanya terdiri dari Jami' Al-Aqsha (bangunan berkubah biru) itu sendiri, tetapi juga Kubah Shakhrah (bangunan berkubah emas) dan berbagai situs lainnya.
Dalam sudut pandang umat Muslim, Nabi Muhammad diangkat ke Sidratulmuntaha dalam peristiwa Isra Mikraj dari tempat ini setelah sebelumnya dibawa dari Masjidilharam di Makkah. Masjidilaqsa juga menjadi kiblat umat Islam generasi awal hingga tujuh belas bulan setelah hijrah sampai kemudian dialihkan ke Ka’bah di Masjidilharam.
Sedangkan menurut kepercayaan Yahudi, tempat yang sekarang menjadi Masjidilaqsa juga dipercaya menjadi tempat berdirinya Bait Suci pada masa lalu. Berdasarkan sumber Yahudi, Bait Suci pertama dibangun oleh Sulaiman (Salomo) putra Daud (Daud) pada tahun 957 SM dan dihancurkan Babilonia pada 586 SM. Bait Suci kedua dibangun pada tahun 516 SM dan dihancurkan oleh Kekaisaran Romawi pada tahun 70 M. Umat Yahudi dan Kristen juga percaya bahwa peristiwa Ibrahim (Abraham) yang hendak menyembelih putranya, Ishak, juga dilakukan di tempat ini. Masjidilaqsa juga memiliki kaitan erat dengan para nabi dan tokoh Bani Israel yang juga disucikan dan dihormati dalam ketiga agama.
Pada masa kepemimpinan Dinasti Umayah, para khalifah memerintahkan berbagai pembangunan di kompleks Masjidilaqsa yang kemudian menghasilkan berbagai bangunan yang masih bertahan hingga saat ini, di antaranya adalah Jami' Al-Aqsa dan Kubah Shakhrah. Kubah Shakhrah sendiri diselesaikan pada tahun 692 M, menjadikannya sebagai salah satu bangunan Islam tertua di dunia.
Saat kemenangan umat Kristen pada Perang Salib Pertama pada tahun 1099, pengelolaan Masjidilaqsa lepas dari tangan umat Islam. Jami' Al-Aqsha diubah menjadi istana dan dinamakan Templum Solomonis atau Kuil Sulaiman (Salomo), sedangkan Kubah Shakhrah diubah menjadi gereja dan dinamakan Templum Domini atau Kuil Tuhan. Masjidilaqsa menjadi salah satu lambang penting di Yerusalem dan gambar Kubah Batu tercetak dalam koin yang dikeluarkan oleh Kerajaan Kristen Yerusalem. Masjidilaqsa dikembalikan fungsinya, seperti semula setelah umat Islam berhasil mengambil alih kepemimpinan kompleks ini pada masa Shalahuddin Al-Ayyubi. Setelah itu, umat Islam mengelola Masjidilaqsa sebagai wakaf tanpa gangguan hingga pendudukan Israel atas Yerusalem pada 1967.
Sebagai bagian dari Kota Lama Yerusalem, pihak Israel dan Palestina masing-masing menyatakan sebagai pihak yang lebih berhak dalam mengelola Masjidilaqsa, dan ini menjadi salah satu titik permasalahan utama Konflik Arab-Israel. Untuk menjaga kompleks ini berada dalam status quo, pemerintah Israel menetapkan larangan untuk ibadah bagi umat non-Islam di tempat ini.
ETIMOLOGI
Secara harfiah, Masjidilaqsa berarti “masjid terjauh.” Nama ini berasal dari keterangan dalam Al-Qur'an pada Surah Al-Isra' ayat 1 mengenai Isra Mikraj.
”Maha Suci Yang telah memperjalankan hamba-Nya pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang diberkahi sekelilingnya untuk Kami perlihatkan tanda-tanda Kami, bahwasanya Dia itu Maha Mendengar, Maha Melihat.”( Qur'an, 17:01)
Istilah masjid secara harfiah bermakna "tempat sujud" dan secara syara dapat berarti semua tempat di bumi yang digunakan untuk beribadah kepada Allah sebagaimana sabda Nabi Muhammad, " dan bumi ini dijadikan bagiku sebagai tempat salat serta sarana bersuci (tayamum). Maka, siapa saja dari umatku yang datang waktu shalat (di suatu tempat), maka hendaklah ia salat (di sana)." Dengan pengertian ini, tempat-tempat ibadah monoteistik lainnya seperti Bait Salomo atau Kuil Sulaiman juga disebut dengan istilah "masjid". Para sejarawan Barat Heribert Busse dan Neal Robinson berpendapat bahwa itulah penafsiran yang diinginkan. Dengan pengertian ini pula, masjid tidak hanya terbatas pada sebuah bangunan saja. Misalnya saja, wilayah di sekitar Ka'bah sudah dikenal lama dengan istilah "Masjidilharam" dan tempat itu hanyalah sebuah lapangan terbuka sejak masa Ka'bah dibangun dan keadaannya tetap demikian hingga masa kenabian. Tidak ada pula dinding yang mengelilinginya, hanya bangunan rumah-rumah penduduk Makkah yang mengelilingi halaman itu, seakan-akan itu adalah dindingnya. Masjidilharam mulai berbentuk bangunan pada masa Khalifah Umar bin Khattab.
Sering terjadi kebingungan antara Masjidilaqsa dengan Jami' Al-Aqsha (disebut juga Masjid Al-Qibli). Selama berabad-abad yang dimaksud dengan Masjidilaqsa adalah keseluruhan kompleks, sedangkan Jami' Al-Aqsa adalah masjid berkubah biru gelap yang berada di Masjidilaqsa bagian selatan. Pada masa pemerintahan Kesultanan Usmaniah (kira-kira abad ke-16 sampai awal 1918), kompleks tersebut dinamai Al-Haram Asy-Syarif, sedangkan nama Masjidilaqsa menjadi hanya mengerucut kepada Jami' Al-Aqsa. Al-Haram Asy Syarif sendiri secara harfiah berarti “tanah suci yang mulia.” Berdasarkan penuturan sejarawan Oleg Grabar, “Hanya cenderung belakangan ini bahwa tempat suci umat Muslim di Yerusalem disebut dengan Al-Haram Asy-Syarif. Meskipun kepastian dari sejarah awal mula istilah ini tidak jelas, tetapi kita tahu hal itu menjadi kebiasaan pada masa Usmaniah Sebelum (masa) Usmaniah, tempat tersebut biasanya disebut Masjidilaqsa.”
Nama lain untuk tempat ini adalah Baitulmaqdis yang secara harfiah bermakna “Bait (Rumah) Suci”. Dalam bahasa Ibrani disebut Beit HaMikdash. Istilah lain yang juga kerap digunakan untuk merujuk kepada tempat ini dalam bahasa Ibrani adalah adalah Har HaBáyit, secara harfiah bermakna “Bukit Bait” atau “Bukit Kuil”. Maknanya adalah Bukit Bait Tuhan atau Bukit Rumah Tuhan. (Dikutip dari wikipedia.org)
SEJARAH
Masa Bani Israel
Bukit tempat Masjidilaqsa berada dipercaya telah dihuni sejak milenium keempat sebelum Masehi. Menurut Alkitab Ibrani, Nabi Daud (Raja Daud) membeli sebidang tanah di Yerusalem dari salah satu suku Yebus, suku Kan’an untuk dibangun sebuah tempat ibadah di atasnya. Namun, keinginan itu baru terwujud pada masa putra dan penerusnya, Sulaiman (Salomo), yang kemudian membangun tempat ibadah yang dikenal dengan Bait Suci pertama, Bait Salomo, atau Kuil Sulaiman. Lokasi pasti dari Bait Suci pertama ini masih tidak diketahui, tetapi dipercaya berada pada tempat yang sekarang menjadi kompleks Masjidilaqsa.
Masa kekuasaan Persia, Hashmonayim, dan Herodes
Setelah Nebukadnezar II, Raja Babilonia, menghancurkan Bait Suci pertama pada 586 SM, Raja Koresh yang Agung memulai pembangunan Bait Suci kedua pada tahun 538 SM. Sekitar tahun 19 SM, Raja Herodes yang Agung membangun ulang dan memperlebar Bait Suci, melibatkan sampai 10.000 pekerja.
Pada tahun 66 M, umat Yahudi melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Romawi. Empat tahun kemudian, pasukan Romawi di bawah kepemimpinan Titus Flavius Vespasianus menyerang dan menghancurkan Yerusalem beserta Bait Suci kedua.
Masa Romawi
Pada tahun 130 M, Kaisar Hadrianus menjanjikan untuk membangun ulang Yerusalem, tetapi umat Yahudi merasa dikhianati karena sang kaisar hendak membangun kota berdasarkan kepercayaan pagannya, juga hendak membangun kuil yang dipersembahkan bagi pemujaan Dewa Jupiter di bekas reruntuhan Bait Suci kedua. Ketegangan antara pemerintah Romawi dan umat Yahudi semakin memanas saat sang kaisar juga melarang perintah sunat yang dipandang sebagai sebentuk mutilasi bagi kaisar yang menganut seorang penganut Helenis taat. Hal ini berujung pada pemberontakan yang dipimpin Simon Bar Kokhba. Namun pemberontakan itu berhasil dihancurkan pihak Romawi pada tahun 135 M. Akibatnya, umat Yahudi diusir dari Palestina, dilarangnya penggunaan hukum Taurat dan penanggalan Yahudi, dan menghukum mati ahli Yahudi. Kaisar Hadrianus membangun ulang kota Yerusalem sebagai sebuah kota Romawi bernama Aelia Capitolina dan umat Yahudi dilarang memasukinya. Di sisi lain, agama Kristen mulai bangkit dan menyebar di tubuh Kekaisaran Romawi hingga pada akhirnya menjadi agama resmi negara. Kaisar Konstantinus I melakukan pengkristenan masyarakat Romawi dan mengunggulkannya atas pemujaan paganisme. Kuil Jupiter yang dibangun Kaisar Hadrianus di reruntuhan Bait Suci kedua dihancurkan segera setelah Konsili Nicea I atas perintah Konstantinus I.
Keponakan Konstantin, Kaisar Flavius Claudius Julianus memberikan izin kepada umat Yahudi kembali dan membangun ulang Bait Suci mereka pada tahun 363. Julianus sendiri memandang bahwa Tuhan umat Yahudi merupakan anggota yang sesuai untuk Dewa-Dewa Pantheon yang dia percaya, selain dia juga adalah penentang kuat Kristen. Sejarawan gereja menyatakan bahwa umat Yahudi mulai membersihkan puing-puing di Bukit Bait, tetapi gagal lantaran gempa bumi dan kemudian kemunculan api dari dalam bumi. Namun, bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa terdapat bangunan gereja, biara, atau bangunan umum lain yang berdiri di atas Bukit Bait pada masa kekuasaan Romawi Timur.
Masa Sasania
Pada tahun 610, Kekaisaran Sasania Persia mengalahkan Romawi dan merebut Palestina. Umat Yahudi diberi wewenang untuk mendirikan negara bawahan dan mulai membangun Bait Suci. Namun lima tahun kemudian, Romawi kembali mengambil alih Palestina dan umat Kristen menghancurkan Bait Suci yang belum selesai pembangunannya dan menjadikan tempat itu sebagai tempat pembuangan sampah.
Masa Kekhalifahan
Pada tahun 637, umat Islam mengambil alih kepemimpinan atas Yerusalem dari tangan Romawi Timur pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab. Kompleks reruntuhan Bait Suci, dikenal sebagai Masjidilaqsa atau Baitulmaqdis oleh umat Islam, ditemukan Umar dalam keadaan tidak terawat. Meskipun begitu, Umar kemudian menemukan Batu Fondasi atas bantuan Ka’b Al-Ahbar, seorang Yahudi yang telah masuk Islam. Batu ini diyakini sebagai titik pijakan Nabi Muhammad naik ke langit dalam kepercayaan umat Islam dan tempat Nabi Ibrahim (Abraham) hendak menyembelih anaknya, Ishak, dalam kepercayaan umat Yahudi. Al-Ahbar mengusulkan untuk membangun masjid di sebelah utara batu tersebut agar umat Islam dapat menghadap ke arah Ka’bah dan batu tersebut dalam satu garis lurus saat salat. Namun, Umar menolak gagasan itu dan membangun masjid di selatan batu. Pernyataan saksi mata yang pertama diketahui berasal dari Arcluf yang mengunjungi Masjidilaqsa pada tahun 670. Berdasar pernyataan Arcluf yang dicatat oleh Adomnán, dia melihat bangunan ibadah kayu persegi panjang dibangun di atas reruntuhan dan dapat menampung setidaknya 3.000 jemaah.
Pada masa Kekhalifahan Umayah, mulai didirikan beberapa bangunan di tanah Masjidilaqsa. Pada tahun 691, didirikan sebuah bangunan segi delapan berkubah yang menaungi Batu Fondasi oleh Khalifah Abdul Malik. Bangunan itu yang kemudian dikenal dengan Kubah Shakhrah, secara harfiah bermakna kubah batu. (Dikutip dari wikipedia.org)
NILAI PENTING (Dikutip dari wikipedia.org)
Islam
Masjidilaqsa adalah tempat suci ketiga umat Islam setelah Masjidilharam di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Dalam kepercayaan umat Islam, Masjidilaqsa adalah tempat ibadah tertua di dunia setelah Masjidilharam. Imam Muslim menyampaikan hadis yang diriwayatkan dari Abu Dzar Al-Ghifari:
Saya bertanya kepada Rasulullah saw. mengenai masjid yang mula-mula dibangun di atas bumi ini.
Rasulullah saw. menjawab, "Masjid Al-Haram."
Saya bertanya, "Kemudian masjid mana?"
Rasulullah saw. menjawab, "Masjid Al-Aqsa."
Saya bertanya, "Berapa jarak waktu antara keduanya?"
Rasulullah saw. menjawab, "Empat puluh tahun. Kemudian, seluruh bumi Allah adalah tempat sujud bagimu. Maka, di manapun kamu mendapati waktu salat, maka salatlah.”
Saat kepemimpinan Yerusalem diambil alih umat Islam pada tahun 638, Masjidilaqsa berupa puing-puing dan tempat pembuangan sampah. Umar bin Khattab kemudian memerintahkan pembersihan dan memberi akses pada umat Yahudi ke dalam kompleks tersebut. Tempat ini kemudian dijadikan pusat wilayah Muslim di Yerusalem karena sudah ditinggalkan umat Kristen, untuk menghindari mengganggu wilayah bagian Kristen di Yerusalem. Pada masa-masa selanjutnya, pemerintah Muslim mendirikan beberapa bangunan di kawasan Masjidilaqsa yang dulunya berupa puing-puing tersebut, di antaranya adalah Jami' Al-Aqsha yang berada di bagian selatan kawasan tersebut. Batu Fondasi yang berada di tengah kompleks ditutup dengan bangunan yang kemudian menjadi Kubah Shakhrah (secara harfiah bermakna Kubah Batu).
Maimunah binti Sa’ad dalam hadis tentang berziarah ke Masjidilaqsa menyebutkan, "Ya Nabi Allah, berikan fatwa kepadaku tentang Baitulmaqdis." Nabi bersabda, "Tempat dikumpulkannya dan disebarkannya (manusia). Maka, datangilah ia dan salat di dalamnya karena salat di dalamnya seperti salat 1.000 rakaat di selainnya." Maimunah berkata lagi, "Bagaimana jika aku tidak bisa?" "Maka, berikanlah minyak untuk penerangannya. Barang siapa yang memberikannya maka seolah ia telah mendatanginya."
Isra Miraj
Isra Mikraj adalah perjalanan yang dilakukan Muhammad dari Masjidilharam menuju Masjidilaqsa, dan kemudian naik ke surga. Dalam kitab Sahih Bukhari dijelaskan bahwa Muhammad dalam perjalanan tersebut mengendarai Al-Buraq dan setibanya di sana ia salat dua rakaat di Bukit Bait Suci. Setelah usai, malaikat Jibril membawanya naik ke surga, di mana ia bertemu dengan beberapa nabi lainnya, dan kemudian menerima perintah dari Allah yang menetapkan kewajiban bagi umat Islam agar menjalankan salat lima waktu setiap harinya. Ia kemudian kembali ke Makkah.
Kiblat Pertama
Sejarah penting Masjidilaqsa dalam Islam juga mendapatkan penekanan lebih lanjut, karena umat Islam ketika salat pernah berkiblat ke arah Al-Aqsa selama empat belas atau tujuh belas bulan setelah peristiwa hijrah mereka ke Madinah tahun 624. Menurut Allamah Thabathaba'i, Allah menyiapkan umat Islam untuk perpindahan kiblat tersebut, pertama-tama dengan mengungkapkan kisah tentang Ibrahim dan anaknya Ismail, doa-doa mereka untuk Ka'bah dan Makkah, upaya mereka membangun Baitullah (Ka'bah), serta perintah membersihkannya untuk digunakan sebagai tempat beribadah kepada Allah. Kemudian diturunkanlah ayat-ayat Al Qur'an yang memerintahkan umat Islam untuk menghadap ke arah Masjidilharam dalam salat mereka.
Perubahan arah kiblat adalah alasan Umar bin Khattab, salah seorang khulafaurasyidin, tidak salat menghadap Batu Fondasi atau Ash-Shakhrah di Bukit Bait Suci ataupun membangun bangunan di sekitarnya; meskipun ketika Umar tiba di sana pada tahun 638, ia mengenali batu tersebut yang diyakini sebagai tempat Muhammad memulai perjalanannya naik ke surga. Hal ini karena berdasarkan yurisprudensi Islam, setelah arah kiblat berpindah, maka Ka'bah di Mekkah telah menjadi lebih penting daripada tempat batu Ash-Shakhrah di Bukit Bait Suci tersebut.
Berdasarkan riwayat-riwayat yang umum dikenal dalam tradisi Islam, Umar memasuki Yerusalem setelah penaklukannya pada tahun 638. Ia diceritakan bercakap-cakap dengan Ka'ab Al-Ahbar, seorang Yahudi yang telah masuk Islam dan ikut datang bersamanya dari Madinah, mengenai tempat terbaik untuk membangun sebuah masjid. Al-Ahbar menyarankan agar masjid dibangun di belakang batu Ash-Shakhrah " maka seluruh Al-Quds (berada) di depan Anda". Umar menjawab, "Ka'ab, Anda sudah meniru ajaran Yahudi". Namun, segera setelah percakapan ini Umar dengan jubahnya mulai membersihkan tempat yang telah dipenuhi dengan sampah dan puing-puing tersebut. Demikian pula kaum Muslim pengikutnya turut serta membersihkan tempat itu. Umar kemudian mendirikan shalat di tempat yang diyakini sebagai tempat salat Muhammad pada saat Isra Mikraj, dan Umar di tempat itu membacakan ayat-ayat Al-Qur'an dari Surah Sad. Oleh karenanya, berdasarkan riwayat tersebut maka Umar dianggap telah menyucikan kembali situs tersebut sebagai masjid.
Mengingat kesucian Bukit Bait Suci, sebagai tempat yang dipercayai pernah digunakan untuk berdoa oleh Ibrahim, Daud, dan Sulaiman, maka Umar mendirikan sebuah rumah ibadah kecil di sudut sebelah selatan area tersebut. Ia secara berhati-hati menghindarkan agar batu Ash-Shakhrah tidak terletak segaris lurus di antara masjid itu dan Ka'bah, sehingga umat Islam hanya akan menghadap ke arah Makkah saja ketika mereka salat
Inilah penjelasan mengenai sejarahnya MasjidilAqsa, yang dimana menjadi tempat kunjungan para jamaah saat beribadah ke tanah suci. Semoga kita semua dapat mengunjungi tempat itu disaat menjalani ibadah. Jika sahabat ingin beribadah ke Tanah suci dengan aman dan nyaman, Sahabat bisa mencari info lebih lanjut di web kami (Travelbook) / KLIK DISINI, atau bisa juga menghubungi ke nomor 0819 2928 9999