SUJUD TILAWAH
Ibnu Hazm rahimahullah berkata dalam al-Muhalla (V/106, V/105), “Dalam al-Qur-an terdapat empat belas ayat sajdah. Yang pertama pada akhir surat al-A’raf, kemudian ar-Ra’d, an-Nahl, Subhaana, kaf ha ya ‘ain shad, awal al-Hajj, pada akhir-akhir surat ini tidak terdapat ayat Sajdah, al-Furqaan, an-Naml, alif lam mim tanzil, shad, ha mim fushshilat, akhir wan najm, idzassamaa-un syaqqat pada ayat: ‘لاَ يَسْجُدُوْنَ’ kemudian di akhir surat iqra’ bismirabbikalladzi khalaq.”
A. Hukum Sujud Tilawah
Ibnu Hazm melanjutkan, “Sujud ini tidaklah wajib, namun ia adalah keutamaan (sunnah). Sujud ini dilakukan saat shalat wajib dan sunnah. Juga pada selain shalat di setiap waktu, ketika matahari terbit, tenggelam, maupun saat pertengahan. Baik menghadap ke kiblat maupun tidak. Baik dalam keadaan suci ataupun tidak.”
Saya katakan, “Sujud ini dikatakan sebagai keutamaan, bukan kewajiban karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membaca ‘Wan Najm’ lalu sujud. [1]
Zaid bin Tsabit pernah membacanya di hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetapi beliau tidak sujud [2] untuk menunjukkan kebolehannya. Sebagaimana disebutkan al-Hafizh dalam Fat-hul Baari (II/555), Ibnu Hazm berkata (V/111), “Sujud ini boleh dilakukan tanpa bersuci dan tanpa menghadap ke kiblat karena ia bukanlah shalat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
صَلاَةُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ مَثْنَى مَثْنَى.
“Shalat malam maupun siang dikerjakan dua raka’at dua raka’at.” [3]
Apa yang kurang dari dua raka’at, maka bukanlah shalat. Kecuali ada nash yang menyatakan bahwa ia adalah shalat. Seperti satu raka’at pada shalat Khauf, Witir, dan shalat Jenazah. Tidak ada nash yang menyatakan bahwa sujud tilawah adalah shalat.”
B. Keutamaannya
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا قَرَأَ ابْنُ آدَمَ السَّجْدَةَ فَسَجَدَ، اِعْتَزَلَ الشَّيْطَانُ يَبْكِي يَقُوْلُ: يَاوَيْلَهُ، أُمِرَ بِالسُّجُوْدِ فَسَجَدَ فَلَهُ الْجَنَّةُ، وَأُمِرْتُ بِالسُّجُوْدِ فَعَصَيْتُ فَلِيَ النَّارُ.
“Jika anak Adam membaca ayat Sajdah kemudian bersujud, maka syaitan menjauh darinya sambil menangis dan berkata, ‘Alangkah celakanya. Dia diperintah sujud kemudian bersujud, lalu ia mendapat Surga. Sedangkan aku diperintah sujud namun membangkang, lalu aku mendapat Neraka.’” [4]
C. Bacaan yang Diucapkan Ketika Sujud
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, Pada suatu malam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca (do’a) di saat sujud Qur-an, beliau membacanya berulang-ulang ketika sujud sajdah:
سَجَدَ وَجْهِيَ لِلَّذِي خَلَقَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ.
“Wajahku bersujud pada Dzat Yang menciptakannya, serta membuka pendengaran dan penglihatannya dengan daya serta kekuatan-Nya.”[5]
Dari ‘Ali Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Jika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud, beliau mengucapkan:
“اَللّهُمَّ لَكَ سَجَدْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَلَكَ أَسْلَمْتُ، أَنْتَ رَبِّي، سَجَدَ وَجْهِيَ لِلَّذِي شَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ، تَبَارَكَ اللهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِيْنَ.”
“Ya Allah, aku bersujud kepada-Mu, beriman kepada-Mu, dan berserah diri kepada-Mu. Engkaulah Tuhanku. Wajahku bersujud pada Dzat Yang membuka pendengaran dan penglihatannya. Mahasuci Allah, sebaik-baik Pencipta.” [6]
Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Aku bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu datanglah seorang laki-laki. Lantas dia berkata, ‘Semalam aku bermimpi. Seakan-akan aku shalat menghadap ke pangkal pohon. Aku membaca ayat sajdah lalu bersujud. Kemudian pohon itu bersujud karena sujudku. Aku mendengar pohon tadi mengucapkan:
“اَللّهُمَّ احْطِطْ عَنِّي بِهَا وِزْرًا، وَاكْتُبْ لِي بِهَا أَجْرًا، وَاجْعَلْهَا لِي عِنْدَكَ ذُخْرًا.”
“Ya Allah, hapuslah dosaku dengannya. Catatlah ia sebagai pahalaku. Dan jadikanlah ia simpananku di sisi-Mu.”
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma berkata, “Aku melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat Sajdah lalu bersujud. Dalam sujudnya beliau membaca do’a yang diceritakan laki-laki tadi tentang ucapan pohon tersebut.” [7]
Sujud Syukur
Disunnahkan bagi orang yang memperoleh nikmat, terhindar dari bencana, atau menerima kabar gembira, agar bersujud. Sebagai wujud peneladanan kita terhadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Abu Bakrah Radhiyallahu anhu : “Jika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapat sesuatu yang menggembirakan atau merasa bahagia, beliau menyungkur sujud sebagai rasa syukur kepada Allah Tabaaraka wa Ta’aala.” [8]
Hukumnya sama dengan hukum sujud tilawah.