AJARAN-AJARAN MADZHAB SYAFI'I YANG DITINGGALKAN OLEH SEBAGIAN PENGIKUTNYA
Berikut ini beberapa ajaran madzhab syafi'iyah yang ditinggalkan (tidak dikerjakan) oleh sebagian penganutnya, padahal begitu getolnya mereka mengaku-ngaku sebagai pengkut madzhab syafi'iyah yang setia !!!
PERTAMA : MEMANJANGKAT JENGGOT
Merupakan perkara yang aneh adalah semangatnya sebagian ustadz dan kiyai (yang mengaku bermadzhab syafi'iyah) untuk memangkas habis jenggot mereka…, bahkan sebagian mereka mencela orang yang memanjangkan jenggotnya, atau mengecapnya sebagai teroris. Padahal Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah mengharamkan mencukur habis jenggot.
Banyak sekali hadits yang menunjukkan wajibnya memelihara jenggot, diantaranya:
1. Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ، وَفِّرُوا اللِّحَى، وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ! (رواه البخاري: 5892)ـ
Dari Ibnu Umar r.a., Rosul -shollallohu alaihi wasallam- pernah bersabda: Selisihilah kaum musyrikin, biarkanlah jenggot kalian panjang, dan potong tipislah kumis kalian! (HR. Bukhori: 5892)
2. Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda:
انْهَكُوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِّحَى! (رواه البخاري: 5893)ـ
Dari Ibnu Umar r.a., Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: Potong tipislah kumis kalian, dan biarkanlah jenggot kalian! (HR. Bukhori: 5893)
3. Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda:
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ، أَحْفُوا الشَّوَارِبَ، وَأَوْفُوا اللِّحَى! (رواه مسلم: 259)ـ
Dari Ibnu Umar, Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Selisilah Kaum Musyrikin, potong pendeklah kumis kalian, dan sempurnakanlah jenggot kalian!”. (HR. Muslim: 259)
4. Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda:
جُزُّوا الشَّوَارِبَ، وَأَرْخُوا اللِّحَى، خَالِفُوا الْمَجُوسَ! (رواه مسلم: 260)ـ
Dari Abu Huroiroh r.a., Nabi -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: Potonglah kumis kalian, biarkanlah jenggot kalian, dan selisihilah Kaum Majusi. (HR. Muslim: 260)
5. Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda:
جُزُّوا الشَّوَارِبَ، وَأَرْجوا (أو وأرجئوا) اللِّحَى، خَالِفُوا الْمَجُوسَ. (رواه مسلم: 260, مع الرجوع إلى شرح صحيح مسلم للنووي, وفتح الباري شرح حديث رقم: 5892)ـ
Dari Abu Huroiroh r.a., Nabi -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: Potonglah kumis kalian, panjangkanlah jenggot kalian, dan selisihilah Kaum Majusi. (HR. Muslim: 260, lihat juga Syarah Shohih Muslim karya Imam Nawawi, dan Fathul Bari Syarah Shohih Bukhori karya Ibnu Hajar hadits no: 5892)
6. Hadits Nabi -shollallohu alaihi wasallam-:
عن أبي أمامة قَالَ: …فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ يَقُصُّونَ عَثَانِينَهُمْ وَيُوَفِّرُونَ سِبَالَهُمْ قَالَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُصُّوا سِبَالَكُمْ وَوَفِّرُوا عَثَانِينَكُمْ وَخَالِفُوا أَهْلَ الْكِتَابِ (رواه أحمد: 21780)ـ
Dari Abu Umamah: …lalu kami (para sahabat) pun menanyakan: “Wahai Rosululloh, sungguh kaum ahli kitab itu (biasa) memangkas jenggot mereka dan memanjangkan kumis mereka?”. Maka Nabi -shollallohu alaihi wasallam- menjawab: “Potonglah kumis kalian, dan biarkanlah jenggot kalian panjang, serta selisilah Kaum Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani)!”. (HR. Ahmad: 21780, dihasankan oleh Albani, dan dishohihkan oleh Muhaqqiq Musnad Ahmad, lihat Musnad Ahmad 36/613)
7. Hadits dari Abdulloh bin Umar r.a.:
عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما: أن النبي صلى الله عليه وسلم أمر بإحفاء الشوارب, وإعفاء اللحى (رواه مسلم: 259)ـ
Ibnu Umar r.a. mengatakan: “Sesungguhnya Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- memerintahkan untuk memangkas tipis kumis dan membiarkan jenggot panjang. (HR. Muslim: 259).
8. Pernyataan Sahabat Jabir bin Abdulloh r.a.:
كنا نؤمر أن نوفي السبال ونأخذ من الشوارب (مصنف ابن أبي شيبة 5/25504). وفي لفظ: كنا نعفي السبال, ونأخذ من الشوارب (أخرجه أبو داود: 4201). وحسنه الحافظ ابن حجر في فتح الباري 13/410, وصححه الشيخ عبد الوهاب الزيد في كتابه إقامة الحجة في تارك المحجة ص 36 و 79)ـ
Jabir r.a. mengatakan: “Sungguh kami (para sahabat), diperintah untuk memanjangkan jenggot dan mencukur kumis”. (Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah: 26016). Dalam riwayat lain dengan redaksi: “Kami (para sahabat) membiarkan jenggot kami panjang, dan mencukur kumis” (HR. Abu Dawud: 4201). Atsar ini dihasankan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 13/410, dan di shohihkan oleh Syeikh Abdul Wahhab alu Zaid dalam kitabnya Iqomatul Hujjah fi Tarikil Mahajjah, hal: 36 dan 79)
Dari sabda-sabda di atas, kita dapat mengambil kesimpulan berikut:
1. Sabda-sabda di atas, semuanya menunjukkan perintah untuk memanjangkan jenggot, dan sebagaimana kita tahu kaidah ushul fikih, “setiap perintah dalam nash-nash syariat itu menunjukkan suatu kewajiban, dan haram bagi kita menyelisihinya, kecuali ada dalil khusus yang merubahnya menjadi tidak wajib”. Itu berarti wajib bagi kita memanjangkan jenggot, dan haram bagi kita memangkasnya.
2. Rosul -shollallohu alaihi wasallam- menghubungkan perintah memanjangkan jenggot, dengan perintah menyelisihi Kaum Ahli Kitab (Yahudi Nasrani), Kaum Musyrikin, dan Kaum Majusi. Itu menambah kuatnya hukum wajibnya memanjangkan jenggot ini, mengapa?… Karena dua perintah, jika berkumpul dalam satu perbuatan yang sama, itu lebih kuat dari hanya satu perintah saja.
3. Pada sabda-sabda di atas, terkumpul 5 redaksi perintah yang berbeda (perhatikan kalimat arab yang kami cetak merah, dari hadits 1-5), yang semuanya menunjukkan perintah memanjangkan jenggot… Ini juga meneguhkan petunjuk wajibnya memanjangkan jenggot… Karena perintah dengan lima redaksi yang berbeda-beda lebih meyakinkan, dari pada hanya menggunakan satu redaksi saja.
4. Para Sahabat Nabi, semuanya memanjangkan jenggotnya, karena mereka diperintah oleh Rosul -shollallohu alaihi wasallam- untuk melakukan itu. Jika perintah itu tidak wajib dilakukan, mengapa tidak ada satu pun sahabat yang menggundul jenggotnya?!. (lihat hadits no: 8)
5. Memanjangkan jenggot adalah ibadah yang diperintahkan oleh Nabi -shollallohu alaihi wasallam-, oleh karena itulah para sahabat bersemangat menerapkannya dalam kehidupan mereka, bahkan tidak satupun dari mereka menyelisihi perintah ini… Coba perhatikan masyarakat sekitar kita di era ini, kenyataannya sangat bertolak belakang, para sahabat dahulu semuanya memelihara jenggot, tapi di lingkungan kita tidak ada yang memelihara jenggot kecuali hanya sedikit saja… Semoga Alloh merubah keadaan umat ini, pada keadaan yang lebih baik, dan lebih dekat kepada ajaran islam yang mulia dan suci, sehingga umat ini dapat menggapai kejayaan yang mereka impikan… amin.
Terlebih lagi sebagian ulama menukil tentang ijmak akan dilarangnya mencukur jenggot.
(1) Ibnu Hazm azh-Zhohiri -rohimahulloh-:
اتفقوا على أن حلق اللحية مثلة لا يجوز
Para ulama telah sepakat, bahwa sesungguhnya menggundul jenggot termasuk tindakan mutslah, itu tidak diperbolehkan. (Marotibul Ijma’ 157)
(2) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -rohimahulloh-:
يحرم حلق اللحية للأحاديث الصحيحة ولم يبحه أحد
Menggundul jenggot itu diharamkan, karena adanya hadits-hadits shohih (tentang itu), dan tidak ada seorang pun yang membolehkannya. (Ushulul Ahkam 1/37, Ikhtiyarot Syaikhil Islam Ibni Taimiyah 19)
(3) Al-Ala’i -rohimahulloh-:
إن الأخذ من اللحية دون القبضة كما يفعله بعض المغاربة ومخنثة الرجال لم يبحه أحد, وأخذ كلها من فعل يهود الهند ومجوس الأعاجم.
Sesungguhnya memangkas sebagian jenggot (hingga) lebih pendek dari genggaman tangan, sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang maroko dan para banci itu tidak ada seorang pun yang membolehkannya. Sedangkan memangkas semuanya (hingga habis), itu termasuk tindakan orang-orang Yahudi Hindia dan orang-orang Majusi A’jam. (al-Uqudud Durriyah 1/329) (Roddul Muhtar 3/398) (Fathul Qodir 2/352)
(4) Abul Hasan al-Qoththon al-Maliki -rohimahulloh-:
واتفقوا على أن حلق اللحية مثلة لا تجوز
Para ulama sepakat bahwa sesungguhnya menggundul jenggot, termasuk tindakan mutslah yang tidak diperbolehkan. (al-Iqna’ fi Masailil Ijma’ 2/3953)
Para pembaca yang dirahmati Alloh…
Sebenarnya sudah cukup, bagi insan muslim yang inshof, untuk menerima kesimpulan wajibnya memanjangkan jenggot ini, dengan berdasar pada dalil Al-Quran, Hadits, dan Ijma’ yang kami sebutkan. (Tulisan diatas seluruhnya diambil dari tulisan sahabat kami al-Ustadz Musyaffa' MA sebagaimana bisa dilihat di https://addariny.wordpress.com/2010/01/12/jenggot-haruskah-2/)
Akan tetapi sebagian orang sulit kalau hanya sekedar diberi dalil, dan hanya bisa menerima dengan puas jika disertai dengan perkataan para ulama dari madzhab yang diikutinya. Karenanya berikut ini penulis sebutkan madzhab syafi'iyah tentang hukum mencukur jenggot.
Imam Asy-Syafi’i -rohimahulloh- mengatakan:
ولا يأخذ من شعر رأسه ولا لحيته شيئا لان ذلك إنما يؤخذ زينة أو نسكا
“Ia (orang yang memandikan mayat) tidak boleh memangkas rambut kepala maupun jenggotnya si mayat, karena kedua rambut itu hanya boleh diambil untuk menghias diri dan ketika ibadah manasik saja”. (al-Umm 2/640)
Imam Syafi’i -rohimahulloh- juga mengatakan :
والحِلاق ليس بجناية لان فيه نسكا في الرأس وليس فيه كثير ألم، وهو -وإن كان في اللحية لا يجوز- فليس كثير ألم ولا ذهاب شعر، لانه يستخلف، ولو استخلف الشعر ناقصا أو لم يستخلف كانت فيه حكومة
“Menggundul rambut bukanlah kejahatan, karena adanya ibadah dengan menggundul kepala, juga karena tidak adanya rasa sakit yang berlebihan padanya. Tindakan menggundul itu, meski tidak diperbolehkan pada jenggot, namun tidak ada rasa sakit yang berlebihan padanya, juga tidak menyebabkan hilangnya rambut, karena ia tetap akan tumbuh lagi. Seandainya setelah digundul, ternyata rambut yang tumbuh kurang, atau tidak tumbuh lagi, maka ada hukumah (semacam denda/sangsi, silahkan lihat makan al-hukuumah di Al-Haawi al-Kabiir 12/301)". (al-Umm 7/203)
Para ulama syafi'iyah telah memahami bahwa perkataan Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah menunjukkan bahwa beliau mengharamkan menggunduli janggut. Diantara para ulama tersebut adalah :
(1) Ibnu Rif'ah :
قال ابن رفعة: إِنَّ الشَّافِعِي قد نص في الأم على تحريم حلق اللحية
Ibnu Rif’ah -rohimahulloh- mengatakan: Sungguh Imam Syafi’i telah menegaskan dalam kitabnya Al-Umm, tentang haramnya menggundul jenggot. (Hasyiatul Abbadi ala Tuhfatil Muhtaj 9/376)
(2) Abdurrahman bin 'Umar Baa 'Alawi; ia berkata :
نص الشافعي رضي الله عنه على تحريم حلق اللحية ونتفها
"Imam Asy-Syafii radhiallahu 'anhu telah menyatakan akan haramnya mencukur gundul jenggot dan mencabuti jenggot" (Bugyatul Mustarsyidin hal 20, cetakan Daarul Fikir)
Sebagian ulama syafi'iyah juga memandang haramnya menggunduli jenggot, diantara mereka adalah :
(1) Al-Halimi (wafat 403 H), beliau berkata dalam kitab beliau Al-Minhaaj Fi Syu'abil Iimaan:
لا يحل لأحد أن يحلق لحيته ولا حاجبيه, وإن كان له أن يحلق سباله, لأن لحلقه فائدة, وهي أن لا يعلق به من دسم الطعام ورائحته ما يكره, بخلاف حلق اللحية, فإنه هجنة وشهرة وتشبه بالنساء, فهو كجب الذكر
"Tidak seorang pun dibolehkan memangkas habis jenggotnya, juga alisnya, meski ia boleh memangkas habis kumisnya. Karena memangkas habis kumis ada faedahnya, yakni agar lemak makanan dan bau tidak enaknya tidak tertinggal padanya. Berbeda dengan memangkas habis jenggot, karena itu termasuk tindakan hujnah, syuhroh, dan menyerupai wanita, maka ia seperti menghilangkan kemaluan" (Sebagaimana dinukil dalam kitab al-I’lam fi fawaaid Umdatil Ahkaam, karya Ibnul Mulaqqin (wafat 804 H), terbitan Daarul 'Aaashimah)
(2) Abul Hasan Al-Maawardi (wafat 450 H), ia berkata :
نَتْفُ اللِّحْيَةِ مِنَ السَّفَهِ الذي تُرَدُّ به الشهادة
Imam al-Mawardi -rohimahulloh- mengatakan: Mencabuti jenggot merupakan perbuatan safah (bodoh) yang menyebabkan persaksian seseorang ditolak. (al-Hawil Kabir 17/151)
Meskipun dalam perkataan Al-Maawardi ini tidak ada nas tegas dalam pengharaman akan tetapi cukup menunjukkan akan buruknya orang yang menggundul jenggotnya karena bisa mengakibatkan 'adalahnya gugur sehingga persaksiannya tertolak.
(3) Abu Hamid Al-Gozzali rahimahullah (wafat tahun 505 H0, beliau berkata :
وأما نتفها في أول النبات تشبها بالمرد فمن المنكرات الكبار فإن اللحية زينة الرجال
"Adapun mencabuti jenggot di awal munculnya, agar menyerupai orang yang tidak punya jenggot, maka ini termasuk kemungkaran yang besar, karena jenggot adalah penghias bagi laki-laki" (Ihya’ Ulumiddin 1/280)
Akan tetapi al-Gozali memberi keringanan jika jenggot yang panjangnya lebih dari satu genggam boleh untuk dipotong, dengan syarat tidak sampai mencukur gundul jenggot tersebut. Beliau rahimahullah berkata :
والأمر في هذا قريب إن لم ينته إلى تقصيص اللحية
"Perkaranya dalam masalah ini adalah mendekati, jika tidak sampai mencukur habis jenggot" (Ihyaa Uluumiddin 1/277)
(4) Ahmad Zainuddin Al-Malibaari Al-Fannaani (wafat tahun 1310 H), ia berkata :
وَيَحْرُمُ حلقُ لِحْيَةٍ
"Dan diharamkan menggungul jenggot"
(Fathul Mu'iin Bi Syarh Qurrotil 'Ain Bi Muhimmaatid diin, hal 305, terbitan Daar Ibnu Hazm)
Tentunya tidak dipungkiri bahwa sebagian ulama madzhab Syafi'iyah memandang mencukur habis jenggot hanyalah makruh dan tidak haram. Akan tetapi meskipun makruh namun ia merupakan perkara yang dibenci dan hendaknya ditinggalkan.
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :
والصحيح كراهة الاخذ منها مطلقا بل يتركها على حالها كيف كانت، للحديث الصحيح واعفوا اللحي. وأما الحديث عمرو بن شعيب عن ابيه عن جده “ان النبي صلي الله عليه وسلم كان يأخذ من لحيته من عرضها وطولها” فرواه الترمذي باسناد ضعيف لا يحتج به
"Yang benar adalah dibencinya perbuatan memangkas jenggot secara mutlak (meskipun jenggot telah panjang dan lebih dari segenggam tangan-pen), tapi harusnya ia membiarkan apa adanya, karena adanya hadits shohih “biarkanlah jenggot panjang“. Adapun haditsnya Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya: “bahwa Nabi -shollallohu alaihi wasallam- dahulu mengambil jenggotnya dari sisi samping dan dari sisi panjangnya”, maka hadits ini telah diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dengan sanad yang lemah dan tidak bisa dijadikan hujjah. (al-Majmu’ 1/343)
Imam An-Nawawi juga berkata :
والمختار ترك اللحية على حالها وألا يتعرض لها بتقصير شيء أصلا
"Pendapat yang terpilih adalah membiarkan jenggot apa adanya, dan tidak memendekkannya sama sekali" (Al-Minhaaj Syarah Shohih Muslim, 3/151, hadits no: 260)
Abu Syaamah rahimahullah berkata :
وقد حدث قوم يحلقون لحاهم, وهو أشد مما نقل عن المجوس أنهم كانوا يقصونها
"Telah datang sekelompok kaum yang menggunduli jenggotnya, perbuatan mereka itu lebih parah dari apa yang dinukil dari kaum Majusi, bahwa mereka dulu memendekkannya". (Fathul Bari 10/351)
Maka sungguh aneh jika yang terjerumus dalam kemakruhan (perkara yang dibenci Allah) malah mengejek mereka yang menjalankan sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Jika enggan untuk memelihara jenggot maka minimal jangan menghina yang berjenggot, apalagi mengidentikkan dengan teroris !!!. Meskipun benar sebagian teroris berjenggot, akan tetapi apakah lantas semua yang berjenggot dijuluki teroris ??!! Bukankah mereka para teroris juga adalah orang-orang yang rajin membaca al-Qur'an dan sholat berjama'ah?. Maka apakah kalau ada orang yang rajin membaca Al-Qur'an dan sholat berjama'ah diejek juga dengan terrorist??
Syeikh Albani -rohimahulloh- berkata:
ومحمد عليه الصلاة والسلام كان له لحية عظيمة, وكذلك الصحابة, وكذلك السلف الصالح, وكذلك الأئمة, لم يوجد فيهم من حلق لحيته في حياته مرة واحدة
(Nabi) Muhammad -alaihish sholatu was salam-, dahulu (di masa hidupnya) memiliki jenggot yang lebat, begitu pula para sahabat beliau, para salafus sholih, dan para imam. Tidak ada satu pun dari mereka yang mencukur jenggotnya, meski hanya sekali semasa hidupnya. (Al-Lihyah fil kitab was sunnah wa aqwali salafil ummah, karya Muhammad Hasunah, hal 58).
Kalau dahulu para ulama yang tidak berjenggot berangan-angan untuk jenggotan, akan tetapi sebaliknya sebagian kiyai dan ustadz zaman sekarang justru berangan-angan tidak berjenggot, sehingga selalu mencukur habis jenggot mereka.
Abu Haamid Al-Gozzali rahimahullah berkata :
وقال شريح القاضي : وَدِدْتُ أَنَّ لِي لَحْيَةً وَلَوْ بَعَشْرَةِ آلاَفٍ
"Syuraih Al-Qoodhli berkata : "Aku berharap kalau aku memiliki jenggot, meskipun harus membayar 10 ribu dinar/dirham" (Ihyaa 'Uluum ad-Diin 2/257)
Al-Gozali juga berkata :
قال أصحاب الأحنف بن قيس وددنا أن نشتري للأحنف لحية ولو بعشرين ألفا
"Para sahabat Al-Ahnaf bin Qois berkata, "Kami berangan-angan untuk membelikan jenggot buat Al-Ahnaf meskipun harus membayar 20 ribu dinar/dirham"
Kenapa bisa demikian??, Al-Gozali berkata :
فإن اللحية زينة الرجال ...وبها يتميز الرجال عن النساء
"Sesungguhnya jenggot adalah perhiasan para lelaki…dengannya terbedakan antara para lelaki dan para wanita" (Ihyaa 'Uluum ad-Diin 2/257)
Yang lebih lucu lagi jika ada orang yahudi dan nashrani mencibir orang Islam yang berjenggot…bahkan dikatakan seperti kambing ??!!, apakah mereka lupa bahwa Nabi Musa 'alaihis salaam dan juga Nabi Isa –yang dianggap tuhan oleh mereka- juga berjenggot??
Karenanya sungguh lucu jika ada seseorang yang menolak hukum wajibnya memelihara jenggot dengan alasan kalau hukumnya wajib maka hal ini adalah ketidak adilan, karena terlalu banyak orang Indonesia yang tidak tumbuh jenggotnya. Sebagaimana yang disampaikan sebagian orang : ((Selain menggunakan logika perbedaan ’illat, mereka tidak mewajibkan atau menyunnahkan memelihara jenggot karena masalah ketidak-adilan.
Kalau memelihara jenggot dianggap sebagai ibadah, entah hukumnya wajib atau sunnah, maka betapa agama Islam ini sangat tidak adil. Sebab hanya mereka yang ditakdirkan punya bakat berjenggot saja yang bisa mengamalkannya.
Hal itu mengingat keberadaan jenggot amat berbeda dengan rambut pada kepala manusia, dimana setiap bayi yang lahir, sudah dipastikan di kepalanya tumbuh rambut. Demikian juga dengan kuku, setiap manusia tentu punya kuku yang terus tumbuh sejak lahir hingga mati.
Namun tidak demikian halnya dengan jenggot. Ada berjuta-juta manusia di dunia ini yang secara sunnatullah memang tidak tumbuh jenggotnya. Dan hal itu terjadi sejak dari lahir sampai tua dan mati. Allah SWT mentaqdirkan memang tidak ada satu pun jenggot tumbuh di dagu mereka.
Maka kalau berjenggot panjang itu diwajibkan atau sunnahkan, apakah mereka yang ditakdirkan punya wajah tidak tumbuh jenggot lantas menjadi berdosa atau tidak bisa mendapatkan pahala? Dan apakah ukuran ketaqwaan seseorang bisa diukur dengan keberadaan jenggot?
Kalau memang demikian ketentuanya, maka betapa tidak adilnya syariat Islam, karena hanya memberi kesempatan bertaqarrub kepada orang-orang tertentu saja dengan menutup kesempatan buat sebagian orang.
Memang buat bangsa-bangsa tertentu, seperti bangsa Arab, semua laki-laki mereka lahir dengan potensi berjenggot, bahkan sejak dari masih belia, sudah ada tanda-tanda akan berjenggot. Namun buat ras manusia jenis tertentu, seperti umumnya masyarakat Indonesia, tidak semua orang punya bakat berjenggot, bahkan meski sudah diberi berbagai obat penumbuh dan penyubur jenggot, tetap saja sang jenggot idaman tidak tumbuh-tumbuh juga.
Betapa malangnya orang-orang Indonesia, yang lahir tanpa potensi untuk memiliki jenggot. Lantas apakah dosa mereka sehingga ’dihukum’ Allah sehingga tidak bisa berjenggot?)) (lihat : https://www.rumahfiqih.com/m/x.php?id=1365327813)
Tentu perkaranya adalah mudah, jika seseorang janggutnya tidak bisa tumbuh ya jelas tidak berdosa… Allah tidak membebani diluar kemampuan seorang hamba. Seluruh perintah Allah berkaitan dengan kemampuan seorang hamba. Hal ini merupakan perkara yang sangat mendasar diketahui oleh para penuntut ilmu. Dalam sholat berdiri adalah hukumnya wajib, akan tetapi jika seseorang cacat tidak mampu untuk berdiri, maka tidak diwajibkan baginya untuk sholat berdiri, dan jangan lantas kita menuduh syari'at tidak adil, karena mewajibkan apa yang tidak bisa dilakukan oleh orang cacat tersebut.
Demikian juga haji, hanya wajib bagi yang mampu, maka yang tidak mampu sama sekali tidak tercela…padahal mayoritas kaum muslimin di dunia tidak mampu. Maka jangan lantas kita menuduh syari'at tidak adil??. Yang tercela adalah yang telah memiliki kemampuan lantas tidak melaksanakan ibadah haji…sebagaimana seseorang yang telah diberi anugrah oleh Allah tumbuh jenggotnya lantas iapun mencukur habis gundul jenggot tersebut !!!. Di zaman para ulama juga ada orang-orang yang tidak tumbuh jenggotnya atau sangat sedikit jenggotnya, akan tetapi tidak seorangpun dari mereka yang menolak hukum sunnahnya jenggot hanya karena alasan ketidak adilan syari'at??? Saya jadi penasaran ulama madzhab manakah yang menyatakan demikian??!, mohon infonya dari ustadz Ahmad Sarawat.
Dalih "ketidak adilan syari'at" ini melazimkan bahwa memelihara jenggot sama sekali tidak disunnahkan, karena akan ada jutaan muslim yang tidak bisa menjalankan sunnah. Lantas bagaimana dengan sabda Nabi
عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللَّحْيَةِ...
"10 perkara termasuk fitrah, mencukur kumis dan membiarkan (tumbuhnya) jenggot…" (HR Muslim no 261)
Apakah hadits Nabi ini tidak ada artinya sama sekali…?? Ataukah hadits Nabi ini hanya berlaku kepada orang-orang Arab dan orang-orang yang berjanggut??, apakah Allah tidak memberi tahu Nabi bahwasanya akan ada kaum muslimin yang tidak bisa tumbuh jenggotnya??
Dan pada hadits ini juga ada bantahan terhadap mereka yang berpendapat bahwa disyari'atkannya memanjangkan jenggot berkaitan dengan adat, yang hukumnya bisa berubah dengan perubahan zaman dan perubahan adat istiadat. Hal ini karena membiarkan jenggot tumbuh dan tidak dicukur merupakan fitroh yang tidak mungkin berubah hukumnya. Allah berfirman
فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ
"tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui" (QS Ar-Ruum : 30)
Maksud kata fitrah dalam hadits di atas, sebagaimana dikemukakan oleh para penyarah hadits, adalah: “Sunnah (tuntunan) yang dipilih oleh para Nabi terdahulu, yang seluruh ajaran langit sepakat dengannya, karena ia memang sesuai dengan tabiat asal manusia”. Anda bisa merujuk keterangan ini di kitab (an-Nihayah fi Ghoribil Hadits, karya Ibnul Atsir, hal: 710), (Fathul Bari Syarah Shohih Bukhori, hadits no: 5889), (al-Majmu’ syarhul Muhadzdzab, karya Imam Nawawi 1/338 ), (Tuhfatul Ahwadzi Syarah Sunan Tirmidzi, hadits no: 2756).
Intinya, karena yang dimaksud dengan kata fitrah adalah ajaran seluruh Nabi yang sesuai dengan tabiat asal manusia, maka ia ada yang wajib, ada juga yang sunat… Bukankah khitan hukumnya wajib, meski beliau memasukkannya dalam fitrah sebagaimana hadits berikut?!
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الْفِطْرَةُ خَمْسٌ أَوْ خَمْسٌ مِنْ الْفِطْرَةِ: الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَنَتْفُ الْإِبِطِ وَقَصُّ الشَّارِبِ (متفق عليه)ـ
Dari Abu Huroiroh r.a., bahwa Nabi -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Fitroh itu lima”, atau dengan redaksi “Lima diantara fitroh“: khitan, istihdad, memotong kuku, mencabut (bulu) ketiak, dan memotong kumis. (Muttafaqun Alaih)
Imam al-Mawardi yang bermadzhab syafi’i juga telah menjawab syubhat ini, beliau berkata:
وَأَمَّا الْجَوَابُ عَنْ قَوْلِهِ: عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ، فَهُوَ أَنَّ الْفِطْرَةَ الدِّينُ، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا [الرُّومِ : 30] يَعْنِي دِينَهُمُ الَّذِي فَطَرَهُمْ عَلَيْهِ. وَمَا قَرَنَ بِهِ مِنْ غَيْرِ الْوَاجِبَاتِ لَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ فِي حُكْمِهَا، لِأَنَّهُ قَدْ يَقْتَرِنُ الْوَاجِبُ بِغَيْرِ وَاجِبٍ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ (الْأَنْعَامِ: 141)
Adapun jawaban dari hadits “Sepuluh hal yang termasuk fitroh“, maka (jawabannya adalah), bahwa yang dimaksud dengan kata fitroh di sini adalah agama, sebagaimana dalam firman Alloh ta’ala: “Itulah fitroh yang manusia diciptakan atasnya” (Surat ar-Rum: 30), maksudnya adalah agama yang mereka diciptakan atasnya. Adapun hal-hal tidak wajib lainnya yang disebutkan bersamanya, itu tidak menunjukkan bahwa hal itu seperti hukumnya, karena kadang sesuatu yang wajib digandengkan dengan sesuatu yang tidak wajib, sebagaimana dalam firman-Nya: “Makanlah dari buahnya saat ia berbuah, dan tunaikanlah kewajiban (zakat)-nya saat panennya”. (Surat al-An’am: 141)
Demikian juga bantahan terhadap perkataan sebagian orang ((Namun ketika ’urf atau tradisi orang-orang musyrik dan majusi berubah, seiring dengan berjalannya waktu dan penyebaran budaya mereka, maka mereka pun punya penampilan dan ciri fisik yang berbeda juga. Ketika banyak dari orang-orang musyrik dan majusi yang tidak lagi memanjangkan kumis dan memotong jenggot, sebagaimana yang mereka lakukan di masa hidup Rasulullah SAW, maka dalam logika mereka, hukumnya pun juga ikut berubah juga.))
Dan kenyataan juga mendustakan… hingga saat ini jenggot identik dengan cirri khas kaum muslimin.
Jika ada yang mengatakan bahwa sebagian kaum musyrikin seperti Yahudi juga memelihara jenggot…, maka jawabannya adalah : Sejak zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kaum yahudi, dan demikian juga kaum musyrikin Arab telah berjenggot, dan tidak dikenal bahwasanya musyrikin Arab mencukur jenggot mereka !!. Akan tetapi hal ini tidak menjadikan Nabi membatalkan hukum disyari'atkannya berjenggot. Oleh karenanya Nabi tetap menysari'atkan jenggot untuk menyelisihi kaum musyrikin yang tidak berjenggot seperti majusi. Selain itu kaum yahudi yang memelihara jenggot hanyalah sebagian kecil dari mereka, itupun jenggot sebagian mereka memiliki penampilan lain, yaitu dikuncir. Sepertinya mereka ingin tampil beda dari kaum muslimin??!!.
Jika ada yang berkata, "Zaman sudah berubah kaum majusi sudah tidak lagi memanjangkan kumis dan sudah tidak lagi memotong jenggot". Jawabannya, Kapankah datang zaman tersebut??. Hingga detik ini para penyembah api atau penyembah matahari masih tidak memelihara jenggot mereka !!!. Jenggot masih dinilai sebagai ciri khas kaum muslimin… Dan jika seandainya kaum majusi sudah merubah tradisi mereka menjadi gemar memelihara jenggot maka hukum disyari'atkannya jenggot tidak akan pernah berubah karena merupakan fitroh sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits di atas lalu. Wallahu a'lam bis shawab.